"Bahkan, saat aku telah renta, aku akan mengingat masa ini selamanya," demikian ucap Asil Abu Lil. Ia akhirnya akan mendapatkan tiket untuk meniti perjalanan menuju San Jose, California, bersama dua teman kelasnya, Asil Shaar dan Nour Al Arda, mengikuti kompetisi sains.
Pada awalnya, Asil telah patah arang. Ia merelakan dua temannya di Askar Girls School, sekolah yang dioperasikan PBB, di Nablus, Tepi Barat, terbang ke San Jose. Sebab, tak ada biaya tiket baginya. Walaupun sebelumnya, mereka bertiga telah memenangkan hadiah dari kompetisi sains tingkat Tepi Barat.
Hadiah itu, tak cukup membeli tiga tiket ke sana. Mendengar ini, para pekerja PBB yang juga mengoperasikan sekolah itu, patungan membeli tiket untuk Asil. Mereka bertiga akhirnya nanti bisa bersama-sama mengikuti Intel Corp International Science dan Engineering Fair di San Jose.
Semuanya berawal dari tongkat bersensor untuk tunanetra yang menjadi proyek mereka bertiga. Tongkat ini bisa membantu tunanetra mendeteksi lubang di tanah atau jalanan menurun. Dua prototipe tongkat yang mereka buat telah memenangkan kompetisi di tingkat Tepi Barat.
Bulan depan, mereka akan terbang meninggalkan Palestina menuju Amerika. Mereka akan berkompetisi dengan para pelajar dari 50 negara dengan hadiah utama sebesar 75 ribu dolar AS. "Tentu saja aku ingin pergi ke Amerika," kata Asil seperti dikutip Associated Press, Selasa (27/4).
Namun, yang lebih penting, kata Asil, proyek ini sangat penting bagi para tunanetra dan ia bersama teman-temannya ingin membantu mereka. Penemuan gemilang ini memang bermula dari keprihatinan Asil melihat bibi dan pamannya yang buta.
Menurut Asil, mereka selama ini harus berjuang keras melangkahkan kakinya dengan hati-hati di wilayah Nablus yang berbukit. Ini menggerakkannya, membuat tongkat yang membantu mereka bisa berjalan dengan benar. Ia pun mengajak Asil Shaar dan Nour Al Arda mengerjakan proyek ini.
Berbekal suku cadang yang tentu saja sangat sulit ditemukan di Tepi Barat karena pembatasan yang dilakukan Israel, Asil dan dua temannya yang berusia 14 tahun itu, berjuang membuat tongkat yang memiliki detektor. Tongkat itu menggunakan dua sensor inframerah.
Satu sensor berada di bagian depan tongkat dan satu sensor lainnya ditempatkan di ujung tongkat, untuk mendeteksi rintangan. Mereka membuat dua prototipe setelah melakukan sejumlah perjalanan ke Ramallah sekitar 45 menit. Mereka juga melewati dua pos pemeriksaan Israel.
Perjalanan sulit itu mereka tempuh guna menemukan toko elektronik yang menjual sirkuit dan sensor yang sesuai bagi tongkat buatannya. Mark Uslan, direktur Divisi Teknologi American Federation of the Blinds, mengatakan, tongkat sejenis telah ada sejak awal 1970-an. Namun, kata Uslan, mereka melakukan perubahan mendasar. Mereka menempatkan sensor pendeteksi lubang yang ada di tanah.