JAKARTA—-Pencabutan izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) terhadap PT Wanatirta Edhie Wibowo (WEW), salah satu perusahaan milik keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mendapatkan apresiasi dari Greenomics Indonesia. Izin HPH PT WEW dilakukan pada era Menteri Kehutanan, MS Kaban.
Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Elfian Effendi, mengatakan, LSM yang fokus terhadap kelestarian hutan Indonesia tersebut memuji sikap Presiden SBY yang tidak melakukan intervensi kekuasaan terhadap pencabutan izin HPH PT WEW.
“Presiden telah memberikan contoh untuk menyerahkan masalah pencabutan HPH pada prosedur hukum yang berlaku. Padahal PT Wanatirta Edhie Wibowo adalah milik keluarganya sendiri,” papar Elfian saat mengekspos kasus pencabutan izin HPH milik keluarga SBY, di Jakarta, Rabu (5/5).
Selain kepada SBY, Greenomics juga memberikan apresiasi terhadap MS Kaban selaku Menteri Kehutanan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I yang telah menunjukkan keberaniannya dalam mencabut izin HPH milik keluarga Presiden SBY.
Kaban mengedepankan penegakkan hukum berupa pelanggaran administratif oleh PT WEW, sekalipun izin HPH tersebut adalah milik keluarga presiden, atasan yang mengangkatnya sebagai menteri.
Menurut Elfian, perbuatan Presiden SBY dan MS Kaban merupakan contoh penegakkan hukum kehutanan yang baik lantaran tidak melibatkan intervensi kekuasaan. “Kami ingin penegakkan hukum kehutanan di Indonesia bisa mengikuti contoh kasus PT Wanatirta Edhie Wibowo ini,” imbuh Elfian.
Dikatakan, izin HPH PT WEW diterbitkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 558/Kpts-II/1995 tertanggal 19 Oktober 1995, dengan luas konsesi 206.000 hektare dan berlokasi di Provinsi Papua. Menteri Kehutanan saat itu, MS Kaban, menilai perusahaan HPH tersebut telah melakukan pelanggaran administratif karena tidak menyusun dan mengajukan Usulan Rencana Kerja Tahunan (RKT) selama 2002-2006, sehingga dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin.
Izin HPH PT WEW dicabut dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 22/Menhut-II/2008 tertanggal 25 Januari 2008. Dalam keputusannya, Kaban menjelaskan bahwa dirinya telah melayangkan tiga kali surat peringatan kepada manajemen perusahaan HPH tersebut untuk melengkapi persyaratan pengajuan RKT.
"Pada surat peringatan ketiga, pihak manajemen perusahaan meminta kelonggaran tiga bulan, tapi sampai saat Kepmenhut pencabutan izin itu keluar, persyaratan RKT tidak juga terpenuhi. Akhirnya, izin HPH itu dicabut," papar Elfian.
Proses pencabutan izin HPH milik keluarga SBY tersebut, lanjut Elfian, sebenarnya bisa saja dicegah oleh presiden dengan melakukan intervensi kekuasaan yang dimilikinya. "Kaban adalah menterinya. Tentu bisa saja diintervensi. Tapi, terlihat hal itu tidak dilakukan oleh SBY. Bahkan, kalau kita lihat Kepmenhut pencabutan izin HPH, terlihat Kaban cukup percaya diri mencabut izin HPH itu," tutur Elfian.
Elfian menegaskan, tujuan Greenomics mengekspos kasus pencabutan izin HPH milik keluarga SBY ini adalah murni untuk memberikan salah satu contoh penegakan hukum kehutanan yang baik karena bebas dari intervensi kekuasaan.
Ekspos ini, lanjut Elfian, bukan menyimpulkan bahwa penegakan hukum kehutanan selama 2004-2009 berkinerja baik. Karena pada periode itu, ada beberapa peraturan dan kebijakan kehutanan yang kontroversial di mata publik. Juga ada beberapa contoh penegakan hukum kehutanan yang diduga melibatkan intervensi kekuasaan.
“Tentu tidak ada salahnya menampilkan contoh penegakan hukum kehutanan yang baik. Ini patut diapresiasi dan diketengahkan ke publik sebagai pelajaran,” tandas Elfian seraya berharap Menteri Kehutanan saat ini, Zulkifli Hasan, tidak ragu-ragu dalam mengambil tindakan penegakan hukum kehutanan.