Kamis 06 May 2010 05:21 WIB

India Direpotkan Wartawan "Amplop"

ilustrasi
Foto: .
ilustrasi

NEW DELHI--Ada uang ada berita. Fenomena ini menjadi  fenomena lumrah di India. Setidaknya, temuan itulah yang disimpulkan Dewan Pers India. "Padahal, untuk membangun iklim demokrasi yang sehat, pers ada di barisan depan," ujar mereka. 

Menurut laporan investigasi itu, media India tak bisa diharapkan sebagai benteng melawan korupsi, karena "mereka juga melakukan korupsi berita".

"Malpraktek ini telah menyebar luas baik di surat kabar maupun saluran televisi, kecil dan besar dalam bahasa yang berbeda dan ada di berbagai bagian negeri ini," laporan tersebut menyimpulkan.

Laporan investigasi setebal 70 halaman ini cukup rinci. Laporan ini disiapkan oleh dua wartawan investigasi senior yang mewawancarai wartawan terkemuka dan politisi, serta contoh laporan yang "bau amplop".

Dalam bentuk terburuk, laporan media itu berupa "berita bagus" seorang politisi yang ingin "naik pamor" dengan membayar sejumlah uang tertentu. Harga lain harus dibayarkan jika mereka ingin lawan-lawan politiknya "disingkirkan" dari pemberitaan atau dibeuat "miring" pemberitaannya.

Beberapa politisi yang diwawancarai menyatakan, "tarif" paket pemberitaan yang ditawarkan surat kabar berkisar antara 1.000 dolar AS hingga 20 ribu dolar AS. Untuk televisi, angkanya bisa berlipat. "Ini mengerikan untuk sebuah proses demokrasi," ujar laporan itu.

sumber : TST
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement