JAKARTA--Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menduga mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah bentuk rekayasa politik dari pemerintahan saat ini untuk menyelamatkannya dari proses hukum kasus Bank Century. "Ini adalah satu bentuk kompromi politik antara pemerintah dan anggota koalisinya. Langkah ini utamanya adalah demi mengakomodir Partai Golkar dan PKS yang memang tidak menyukai Sri Mulyani," katanya.
Menurut Arbi Sanit, hal ini merupakan solusi atas 'deadlock' politik yang terjadi di Indonesia akibat dari bergulirnya Pansus Bank Century yang tidak akan berhenti sebelum Sri Mulyani dilengserkan. Lebih lanjut Arbi menjelaskan ketidaksukaan Partai Golkar dan PKS terhadap Sri Mulyani bisa dibuktikan ketika ada gerakan memboikot Sri Mulyani. Namun ternyata yang justru konsisten memboikot adalah PDIP dan Hanura. Sementara Partai Golkar dan PKS justru tidak memboikot. "Ini sudah merupakan sinyal bagi saya bahwa ada kompromi yang telah disepakati dengan mengorbankan Sri Mulyani," kata Arbi.
Dengan cara ini menurut Arbi maka semua elite akan selamat. Keputusan ini menurut dia tentu tanpa mempertimbangkan keinginan rakyat agar kasus Bank Century bisa diselesaikan dan yang bersalah harus mempertanggungjawabkan tindakannya. "Memang sejak kapan rakyat menjadi pertimbangan? Langkah ini hanya untuk menyelamatkan semua elite politik. Pemerintahan saat ini telah mengakomodir keinginan partai-partai politik yang ada. Dengan mundurnya Sri Mulyani maka kasus Century pun selesai," ujarnya.
Selain itu Arbi juga mensinyalir bahwa Pemerintah Amerika Serikat melalui kedutaan besarnya di Indonesia, juga ikut memainkan perannya atas kepindahan Sri Mulyani ke Bank Dunia. "Amerika Serikat tentunya memiliki kepentingan atas stabilitas di Indonesia dan AS jelas memainkan peranannya di Bank Dunia sebagai salah satu pemegang saham terbesar di sana, dengan meletakkan Sri Mulyani di sana," katanya.
Menurut pengamat Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin, langkah mundur Sri Mulyani secara hukum tata negara apakah itu rekayasa atau tidak, atau sebagai bentuk penyelamatan politik, tidak ada yang salah.
Langkah Sri Mulyani menurut dia adalah langkah manusiawi daripada dia mempertahankan posisinya, namun terus "dipukuli". "Saya pikir dalam sistem seperti saat ini, malaikat pun segan untuk mengelola bangsa ini dan jika tidak dilakukan pembenahan sistem yang bisa menjamin hak dan kewajiban setiap orang, maka hal seperti ini akan terus terjadi," katanya.