MANILA-- Hampir seratus orang telah tewas dalam aksi kekerasan yang berkaitan dengan pemilihan umum nasional di Filipina, Senin depan, demikian statistik kepolisian. Namun, kekerasan juga terjadi seperti biasa di luar kampanye pemilu.
Beberapa kelompok yang sering mengganggu: Tentara Rakyat Baru (NPA): Sayap bersenjata Partai Komunis Filipina yang berkekuatan 5.000 pejuang. Mereka melakukan pemberontakan Maois 41 tahun dan telah menyerang patroli keamanan termasuk satuan yang sedang mengirimkan alat-alat perlengkapan pemilu. Militer negara tersebut mengatakan, NPA juga memeras uang dari para kandidat dan menyerang jika mereka menolak membayar.
Front Pembebasan Islam Moro (MILF): Kelompok yang berkekuatan 12.000 anggota itu telah berperang selama 32 tahun dengan tujuan membentuk negara Muslim terpisah di wilayah selatan Mindanao. Aksi perlawanan mereka telah menewaskan lebih dari 150.000 orang.
MILF telah melakukan gencatan senjata di tengah perundingan yang diselenggarakan negara tetangga, Malaysia. Namun kelompok itu menghindari perjanjian perdamaian yang diusulkan dan ingin mencapai kesepakatan dengan pemerintah baru setelah pemilu.
Kemudian ada pula Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF). Ini adalah pesaing MILF yang telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan pemerintah pada 1996, untuk mengakhiri aksi separatis 24 tahun. Beberapa ratus anggotanya melebur ke dalam kepolisian dan militer Filipina, namun sebagian menolak untuk dilucuti senjata mereka.
Abu Sayyaf: Kelompok itu berpangkalan di Mindanao dan dicatat oleh Amerika Serikat sebagai organisasi teroris. Memiliki sekitar 400 gerilyawan yang dituduh melakukan serangan teror terburuk di negara itu. Kegiatan tersebut meliputi pemboman feri di Teluk Manila yang menewaskan lebih dari 100 orang pada 2004, di samping penculikan untuk mendapatkan uang tebusan.
Kelompok Rajah Solaiman: Cabang Abu Sayyaf yang terdiri atas orang Kristen Filipina yang masuk Islam. Sebagian besar dari pemimpin seniornya dipenjarakan setelah pemerintah menggagalkan rencana yang diduga untuk menimbun bahan peledak dalam jumlah besar, untuk membom kedutaan Amerika Serikat di Manila.
Jamaah Islamiyah: Kelompok itu berjuang untuk membentuk satu kekhalifahan Islam di seluruh Asia Tenggara. Kelompok tersebut memelihara sel-sel kecil di wilayah Filipina selatan, tempat mereka berlindung dan berlatih dengan kelompok lokal bersenjata seperti Abu Sayyaf dan kesatuan MILF dan MNLF.
Panglima perang politik: Pemerintah mengatakan lebih dari 100 politikus Filipina memiliki dan memimpin "kelompok pria yang bersenjata". Para politikus mengatakan mereka menggunakan angkatan bersenjata swasta untuk perlindungan, namun politisi juga menggunakan mereka untuk menyingkirkan pesaing mereka serta mengintimidasi daerah pemilihan.
Keluarga Ampatuan, panglima perang marga di Mindanao, dituduh berada di balik pembantaian November 2009. Pembantian tersebut menewaskan 57 orang--30 orang diantaranya adalah wartawan--dalam serangan yang berkaitan dengan pemilu terburuk di negara itu.