Rabu 12 May 2010 05:04 WIB

Fatmire Bajramaj, Muslimah yang Turut Harumkan Nama Jerman

Red: Siwi Tri Puji B
Fatmire Bajramaj
Foto: MEO
Fatmire Bajramaj

REPUBLIKA.CO.ID, BONN--Presiden Asosiasi Sepak Bola Jerman, Theo Zwanziger, ada dalam daftar pertama pengagum Fatmire Bajramaj. Pemain sepakbola yang masuk ke klub FCT Duisburg sejak tahun 2004 ini dianggapnya turut mengharumkan nama Jerman di kancah persepakbolaan internasional. "Dia adalah teladan dan contoh sukses Muslimah yang berintegrasi dengan lingkungannya," katanya.

Theo tak sungkan memuji Bajramaj di depan umum. Bahkan, dia pulalah yang mengusulkan pada pemerintah untuk menjadikan gadis kelahiran Kosovo ini sebagai "duta" bagi kelompok minoritas. Itu sebabnya, ia rajin diundang ke berbagai sekolah dan komunitas minoritas untuk berbagi pengalaman.

Siapa Fatmire Bajramaj? Keluarganya mengenalnya sebagai Lira. Ia melarikan diri dari Kosovo dengan keluarganya dan akhirnya "terdampar" di Mönchengladbach, sebuah kota di Nordrhein-Westfalen di Jerman. Di kota inilah dia berkenalan dengan bola.

Ketika ia menyadari bahwa ia memiliki sesuatu yang bisa ditawarkan di lapangan, Lira mendaftar untuk tim perempuan di FSC Mönchengladbach. Namun sejenak kemudian, Lira segera dilirik tim lain yang lebih ambisius. Inilah yang meluluhkan hati ayahnya, yang semula ingin dia menjadi penari balet.

Pada usia 16 tahun, Lira mulai menerima tawaran dari tim liga nasional. Ia akhirnya memilih berlabuh di  FCT Duisburg pada tahun 2004 dan memulai debutnya untuk tim nasional Jerman setahun kemudian. Bajramaj sejak itu bermain di 35 pertandingan internasional, mencetak enam gol - mungkin yang paling penting yang dua gol dalam playoff tempat ketiga pada Olimpiade 2008 melawan Jepang.

Ia juga masuk daftar peraih prestasi yang mengesankan: European Under-19 Football Championship, Uni Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA), Piala Asosiasi Sepakbola Jerman (DFB) juara Piala, perunggu Olimpiade, dan juara dunia serta Eropa.

Buku tentang dirinya, My Goal in Life – From Refugee to World Champion, yang diterbitkan pada bulan Oktober 2009 menjadi buku best seller di Jerman saat ini. Buku ini menceritakan tentang bagaimana dia dibesarkan di Gjurakovc, di jantung konflik Kosovo. Ketika serangan Serbia di Kosovo diintensifkan pada tahun 1992, orang tuanya melarikan diri ke Jerman dengan Lira yang berusia lima tahun dan dua saudara laki-lakinya turut serta.

Keluarga Bajramaj meninggalkan ladang pertanian mereka yang luas dan harus menyuap petugas bea cukai Austria untuk menyeberangi perbatasan. Mereka akhirnya menjadi tamu kerabatnya  di North Rhine-Westphalia. Mereka tidak bisa tinggal di sana lama, bagaimanapun, dan dipindahkan ke rumah seorang pencari suaka. Ayahnya menemukan pekerjaan sebagai kuli bangunan di Mönchengladbach dan keluarga pindah ke sebuah flat kecil di kota yang terkenal untuk tim sepak bola.

"Aku ingin publik tahu betapa merupakan hal yang sulit bagi anak-anak pengungsi untuk mengintegrasikan di Jerman. Olahraga membantuku menemukan teman-teman. Aku berharap buku itu akan mendorong perempuan muda dari etnis minoritas untuk mengambil jalan yang sama," kata Lira.

Awal kariernya di lapangan bola juga tak mulus. Dia kerap diperlakukan tak adil karena bukan kelahiran Jerman, dan lebih-lebih, dia seorang Muslim. "Komentar rasis bukan hal asing yang aku dengar," ujarnya.

Tapi dengan perjuangan gigihnya, dia berhasil mendapatkan rasa hormat di lapangan sepakbola. "Itu adalah ketika mereka berhenti membuat komentar bodoh," Lira mengingat.

Meski tak berjilbab, Lira mengaku menjalankan islam secara patuh. Dia tak pernah meninggalkan shalat kendati harus "merumput". "Aku berdoa sebelum aku pergi tidur, sebelum perjalanan dengan mobil, sebelum makan, sama seperti Muslim yang lain. Aku hanya tidak mengenakan jilbab," ujarnya yang mengaku senang berdandan.

Kiprah Lira kini "menawan" dunia. Ia menjadi duta anak-anak lembaga nirlaba dunia World Vision. Pada awal tahun ini, ia menjadi duta untuk European Year for Combating Poverty and Social Exclusion,  gerakan untuk memperbarui komitmen Eropa bagi  solidaritas, keadilan sosial dan ikerjasama yang lebih luas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement