REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak menyetujui rencana pembangunan gedung baru DPR yang perkiraan anggarannya mencapai Rp 1,8 triliun. Padahal menurut Undang-undang (UU) No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, pembangunan menyangkut kompleks parlemen harus disetujui dan ditandangani tiga pihak yakni MPR, DPR, dan DPD.
''DPD belum pernah menyetujuinya, kami minta proses diulang dari awal,'' kata anggota DPD, Asri Anas, dalam sebuah diskusi di gedung DPR, Jakarta, Jumat (14/5).
Menurut Asri, pihak DPD telah tiga kali dimintai persetujuannya oleh DPR soal maket gedung DPR dan estimasi biaya pembangunannya. Namun, lantaran DPR menggunakan maket (master plan) dan perkiraan biaya pembangunan yang pernah ditolak Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR periode 2004-2009, DPD menolak menyetujuinya. DPD menginginkan adanya pembicaraan bersama antara DPR, DPD dan MPR terkait grand design gedung baru DPR.
Mantan ketua pengarah pembangunan kompleks parlemen, Darul Siska, membenarkan jika DPR periode lalu menolak maket yang saat ini dijadikan acuan BURT DPR untuk membangun gedung baru. Menurutnya, tim yang pernah dipimpinnya pada masa DPR periode lalu tersebut, juga tidak pernah mengesahkan perkiraan biaya pembangunan gedung yang mencapai Rp 1,8 triliun. ''Saya kaget kalau anggaran Rp 1,8 triliun disebut berasal dari persetujuan DPR periode lalu,'' ungkapnya.