Selasa 18 May 2010 23:41 WIB
Rep: Agung Sasongko/ Red: Sadly Rachman
REPUBLIKA.CO.ID, Keberadaan kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang dibelah sungai Martapura secara otomatis menjadikan kehidupan masyarakat kota itu mengandalkan keberadaan sungai tersebut. Segenap aktivitas seperti transportasi, perdagangan, perikanan dan pariwisata terpusat di sungai Martapura. Maka tak heran, Kota Banjarmasin begitu terkenal dengan pasar terapungnya dan salah satu pasar terapung yang cukup terkenal adalah Lok Baintan.
Untuk menuju pasar terapung Lok Baintan dari pusat kota bisa ditempuh dengan dua alternatif. Alternatif pertama menyusuri sungai martapura dengan menggunakan klotok, sejenis sampan bermesin. Dengan klotok, perjalanan dari pusat kota menuju pasar terapung terbilang cepat karena membutuhkan waktu 30 menit. Alternatif kedua dengan menggunakan kendaraan darat seperti mobil. Namun, untuk alternatif kedua membutuhkan waktu lebih panjang yakni satu jam untuk mencapai pasar terapung. Hal itu disebabkan medan perjalanan yang cenderung berat dan berliku-liku.
Aktivitas pasar terapung dimulai pada pukul 09.00 Wita sampai dengan 11.30 Wita. mereka menjual berbagai dagangan, seperti sayur-mayur, buah-buahan, kue-kue tradisional, dan lain-lain. Yang menarik dari pasar terapung adalah sistem pertukaran barang. Di pasar terapung tidak menjadikan uang sebagai alat transaksi utama. Pasalnya, penjual dan pembeli dalam pasar terapung masih menerapkan sistem barter.
Umumnya, dagangan yang akan dibarter adalah hasil bumi berupa sayur mayur dan buah-buahan. Besaran dan keberimbangan jumlah hasil barter tergantung kesepakatan antarkedua belah pihak. Jika sepakat, maka masing-masing akan mendapatkan barang sesuai keinginan dan selanjutnya digunakan untuk keperluan pribadi di rumah.
Ironisnya, ditengah keharmonisan praktek budaya sungai yang sangat langka bakalan terancam dengan keberadaan entitas-entitas modern berupa ritel yang menyerbu Banjarmasin. Meski terancam dengan serbuan produk ritel asal kebudayaan barat, Pasar Terapung Lok Baintan nyatanya sanggup bertahan dan tetap menunjukan eksistensi dan reputasinya sebagai cerminan kehidupan Banjar yang sederhana.
Videographer by Edo Sabara