REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK--Tentara Thailand dan kendaraan lapis baja berkumpul Rabu (19/5) pagi di pinggiran kamp barikade pengunjuk rasa anti-pemerintah di pusat kota Bangkok dan menembakkan gas air mata,seperti yang terlihat, untuk membubarkan pengunjuk rasa.
"Ini adalah D-Day," kata seorang prajurit, ketika ditanya apakah ini tekanan terakhir.
Tembakan sporadis terdengar saat fajar setelah setelah desas-desus dari tekanan militer semalam, untuk membubarkan ribuan demonstran. Para tentara menyebar blokade mereka di sekitar lokasi protes dan pengeras suara digunakan untuk memberitahu setiap orang untuk pulang. Asap mengepul di atas kaki langit kota.
Setidaknya 39 orang tewas dan lebih daripada 300 orang terluka dalam bentrokan tujuh hari di Bangkok antara demonstran dan tentara. Semua kecuali satu dari mereka yang tewas adalah warga sipil yang ditembak.
Ratusan tentara dan polisi, dilengkapi dengan senapan serbu M-16, terlihat di jalan-jalan terdekat dan gang-gang. Tiga pengangkut personel lapis baja diparkir di depan Dusit Thani premium di pinggir jalan selatan barikade. enjata mereka menunjuk ke arah menara dinding barikade gunung ban dan tongkat bambu, dan pasukan berjongkok di belakang kendaraan.
Tentara telah mendengar pada komunikasi radio bahwa pasukan militer telah memasuki Lumpini Park, yang terletak di belakang barikade.
Pada hari Rabu (19/5), gerakan pasukan tampak mendorong untuk mengosongkan kamp demonstran yang diduduki sejak pertengahan Mei, demonstran menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva, pembubaran parlemen dan pemilihan langsung dipercepat.
Itu terjadi, setelah Abhisit menolak tawaran untuk berunding tanpa syarat yang diajukan ,pengunjuk rasa pada hari Selasa, dan bersikeras tidak akan ada pembicaraan sampai gerakan anti-pemerintah berkurang di kamp di Rajprasong, daerah mewah di Bangkok tengah.
Pada hari Selasa, pemimpin demonstran berargumen mengenai apakah mereka harus terus melawan penindasan. Pemerintah memperkirakan bahwa hanya 3.000 orang tetap berada di pusat kota di kamp itu, turun dari 5.000 hingga 10.000 pada hari Minggu pekan lalu.
Setelah pertemuan dengan senator, setidaknya satu pemimpin Kaus Merah, tampaknya menawarkan gencatan senjata dan tanpa syarat untuk mengakhiri kekerasan, sebuah prospek yang bertemu dengan ejekan di situs protes utama.
Sedangkan, pemimpin Kaus Merah lain, mengatakan bahwa gencatan senjata apapun tidak akan berarti mengakhiri unjuk rasa.
"Kami datang terlalu jauh untuk menyerah," kata Jatuporn Prompan, seorang pemimpin utama demonstran.