REPUBLIKA.CO.ID,SEOUL--Korea Selatan pada Kamis menuduh Korea Utara menyerang satu kapal perangnya dengan torpedo dekat perbatasan yang mereka persengketakan sehingga meningkatkan ketegangan di kawasan itu sementara Korea Utara menanggapinya dengan ancaman perang.
Presiden Korsel Lee Myung-Bak berjanji akan mengambil "langkah-langkah balasan" setelah tim investigasi multinasional menyatakan bahwa ada bukti satu kapal selam Korea Utara menenggelamkan kapal perang tersebut pada 26 Maret sehingga 46 awaknya meninggal.
Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jepang dan Prancis mengutuk keras Pyongyang. Tetapi China, yang dukungannya begitu krusial dalam tiap usaha untuk menghukum Korut, menghimbau agar menahan diri dan tidak mengecam sekutunya.
Korut mengatakan laporan investigasi itu "dibesar-besarkan" dan mengancam "perang habis-habisan" sebagai tanggapan atas setiap usaha menghukumnya."Bukti-bukti dengan jelas mengarah pada simpulan bahwa torpedo ditembakkan oleh satu kapal selam Korea Utara," kata para penyelidik dalam satu laporan. "Tak ada penjelasan lain yang dapat dijadikan alasan."
Gedung Putih menyebut serangan itu "tantangan kepada perdamaian dan keamanan internasional dan satu pelanggaran perjanjian persenjataan" yang mengakhiri perang 1950-1953.Departemen Luar negeri AS menyatakan serangan itu "tak diprovokasi" dan memperingatkan Pyongyang akan ada konsekuensi.
Menteri Luar Negeri Inggris William Huge mengecam aksi itu dan Jepang mengatakan aksi Korut "tak dapat dimaafkan" dan menyurutkan harapan dimulainya kembali pembicaraan perlucuran senjata nuklir yang diikuti enam negara.Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan laporan itu berisi fakta-fakta yang jelas sementara NATO mengatakan aksi Korut "merupakan pelanggaran hukum internasional."
Prancis menawarkan "solidaritas penuh" kepada Korsel dan menyerukan Korut meninggalkan "jalan kekerasan yang mematikan." Penyerangan itu menimbulkan kemarahan di Korsel, yang memberlakukan lima hari berkabung nasional bulan lalu. Hubungan lintas batas keduanya membeku selama beberapa bulan.
Seoul tampaknya mengesampingkan serangan militer balasan karena khawatir menyulut perang besar-besaran dan sepertinya memilih meminta Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi-sanksi baru terhadap tetangganya.