REPUBLIKA.CO.ID,TEHERAN--APemimpin oposisi Mir Hossein Mousavi menyatakan menentang sanksi-sanksi terhadap Iran terkait dengan program nuklirnya namun menuduh pemerintah melakukan "petualangan", kata situs beritanya, Senin."Meski kami menganggap situasi saat ini sebagai akibat manajemen yang salah dan petualangan dalam kebijakan luar negeri, kami tidak bisa menyetujui sanksi-sanksi yang akan mempengaruhi kehidupan rakyat," katanya dalam pertemuan Minggu dengan veteran perang Iran-Irak.
Negara-negara besar dunia yang dipimpin AS sedang mempertimbangkan penerapan sanksi-sanksi baru terhadap Iran karena program nuklirnya yang dikhawatirkan akan digunakan untuk membuat senjata.Iran membantah mengupayakan senjata namun mereka menghadapi tiga babak sanksi Dewan Keamanan PBB sejak Presiden Mahmoud Ahmadinejad berkuasa pada 2005 karena membangkang tuntutan agar mereka menghentikan pekerjaan pengayaan uranium yang sensitif.
Mousavi dan tokoh-tokoh oposisi lain seringkali mengecam Ahmadinejad karena kebijakan luar negerinya yang konfrontatif dan telah mengucilkan Iran.Mantan perdana menteri itu bersaing dengan Ahmadinejad yang berhaluan keras dalam pemilihan umum presiden pada Juni 2009 yang menyulut protes di jalan dan krisis politik di Republik Islam Iran.
Iran dilanda pergolakan besar setelah pemilihan umum tahun lalu yang disengketakan itu.Ratusan reformis ditahan dan diadili dalam penumpasan terhadap oposisi pro-reformasi setelah pemilihan umum presiden Juni lalu yang dipersoalkan, yang disusul dengan kerusuhan terbesar dalam kurun waktu 31 tahun.
Dua calon presiden yang kalah, Mousavi dan Mehdi Karroubi, mantan ketua parlemen yang berhaluan reformis, bersikeras bahwa pemilihan Juni itu dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.Meski ada larangan protes dan penindakan tegas dilakukan oleh aparat keamanan, para pendukung oposisi berulang kali memanfaatkan acara-acara umum untuk turun ke jalan.
Delapan orang tewas dan ratusan pendukung oposisi ditangkap dalam demonstrasi paling akhir pada 27 Desember, ketika ribuan pendukung oposisi melakukan pawai semacam itu.Sejumlah reformis senior, aktivis, wartawan dan yang lain yang ditangkap setelah pemilu Juni itu dikabarkan masih berada di dalam penjara dan beberapa telah disidangkan atas tuduhan mengobarkan kerusuhan di jalan. Oposisi mengecam persidangan itu.
Termasuk yang diadili adalah pegawai-pegawai kedutaan besar Inggris dan Perancis serta seorang wanita Perancis yang menjadi asisten dosen universitas.Sejauh ini sudah sejumlah orang yang dijatuhi hukuman mati dan puluhan orang divonis hukuman penjara hingga 15 tahun.
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengecam protes pasca pemilu itu dan memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ahmadinejad dan mengumumkan bahwa pemilihan itu sah, meski dipersoalkan sejumlah pihak.
Kubu garis keras di Iran menuduh para pendukung oposisi, yang turun ke jalan-jalan untuk memprotes pemilihan kembali Ahmadinejad sebagai presiden, didukung dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya AS dan Inggris.
Para pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan itu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.
Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.
Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.
Sejumlah pejabat Iran mengatakan bahwa 36 orang tewas selama kerusuhan itu, namun sumber-sumber oposisi menyebutkan jumlah kematian 72. Delapan orang lagi tewas selama protes anti-pemerintah pada 27 Desember, menurut data resmi.