REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemimpin Korea Utara Kim Jong-il telah menyatakan kepada Angkatan Bersejatanya bahwa mereka kemungkinan akan pergi berperang, tetapi hanya jika Korea Selatan menyerang terlebih dahulu.
Kelompok website pembelot Korea Utara (www.nkis.kr) mengatakan bahwa pernyataan Jong-Il dibuat pada 20 Mei setelah Korea Selatan mengumumkan bahwa hasil investigasi menunjukkan bahwa kapal Korsel ditorpedo oleh Korut dan menewaskan 46 pelaut. Namun saat itu Korea Selatan belum membuat pernyataan bahwa tindakan Korut akan menimbulkan konsekuensi.
"Kami tidak berharap untuk perang tetapi jika Korea Selatan, dengan AS dan Jepang di belakangnya, mencoba untuk menyerang kami, Kim Jong-il telah memerintahkan kami untuk menyelesaikan tugas unifikasi yang belum selesai selama perang Korea, " demikian keterangan seorang pejabat militer Korea Utara dalam siaran televisi milik pemerintah Korut.
Komentar ini sejalan dengan pernyataan Korut sebelumnya yakni jika mereka diserang, mereka siap mempertahankan diri. Tekanan terhadap Korut dikhawatirkan tidak memberikan banyak pilihan bagi Kim Jong-il, apalagi ia tengah berupaya memuluskan suksesi kepemimpinannya yang telah gerlangsung selama 60 tahun, kepada anak bungsunya.
Para analis mengatakan bahwa pertempuran kecil di sepanjang perbatasan yang dilengkapi dengan persenjataan lengkap bisa berubah menjadi konflik yang lebih luas.
Cina, sekutu utama Korut Utara dan partner ekonomi utamanya memilih untuk menghindar dari meningkatnya ketegangan di Korea dan menolak mendukung laporan internasional tentang terkait tenggelamnya kapal Cheonan. Ini berarti bahwa Korea Selatan telah hampir tidak ada peluang untuk sukses dalam mendesakkan sanksi lebih lanjut terhadap tetangganya melalui Dewan Keamanan PBB. AS yang mendukung Seoul menyatakan situasinya sangat berbahaya dan mereka akan mengambil bagian dalam latihan gabungan angkatan laut dengan Korsel.