REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL – Korea Selatan menyatakan akan "ambil tindakan" setelah kapal selamnya tenggelam dan diduga ditorpedo Korea Utara. Pemerintahan Korut di Pyongyang menyatakan pasukannya siap berperang karena situasi memburuk. Di semenanjung yang memisahkan kedua negara itu kapal perang kedua negara dalam posisi siap tempur.
Pantauan Seoul melaporkan pimpinan Korea Utara telah memerintahkan 1,2 juta pasukan militernya untuk bersiap-siap perang. Korea Selatan telah menuding Korea Utara meluncurkan torpedonya ke negara beribu-kota Seoul itu maret lalu. 26 marinir tewas akibat serangan itu.
Namun perang yang sesungguhnya telah terjadi: saling lontar kata-kata gertakan melalui media dan propaganda. Korsel menempatkan siaran radio dan menempatkan pengeras suara di daerah perbatasan dengan negara musuhnya itu. Larangan perniagaan dan larangan kunjungan ke Korut juga diberlakukan. Kapal niaga tidak diizinkan berlayar memasuki perairan jirannya.
Serangan torpedo itu merupakan musibah terburuk setelah perang antara kedua Negara itu pada 1950 hingga 1953. Namun demikian, Korea Utara membantah keterlibatannya dalam serangan itu. Negara itu akan menghancurkan perangkat propaganda Korea Selatan.
Sementara Amerika mendukung pergerakan Korea Selatan. Negara adi daya itu berencana melatih militer Korea Selatan agar mampu menghadapai lawannya. Saat ini, 28.500 prajurit Amerika bersiaga di Korea Selatan.
Sekjen PBB, Ban Ki Moon, mengatakan dirinya berharap Dewan Keamanan PBB bertindak melawan Korea Utara. Namun demikian, sekutu terbesar Korea Utara, Cina, hanya diam.
Menteri Luar Negeri Amerika, Hillary Rodham Clinton, mengatakan dirinya telah berdiskusi dengan pejabat Cina. Namun dia tidak dapat memastikan ada perkembangan. Dia juga tidak dapat memastikan Cina akan mendukung PBB. “Tidak satupun peduli akan kedamaian seperti Cina,” ungkap istri mantan presiden Amerika, Bill Clinton, itu.
Perang kata-kata makin sengit saja. Hingga hari ini.