REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Otoritas keuangan dan moneter bertemu membahas protokol krisis, Kamis (27/5), di kantor Bank Indonesia (BI). Sebelum ada UU Paring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), kesepakatan antar otoritas akan diperkuat sebagai protokol tersebut.
‘’Kami akan ajukan lagi RUU JPSK. Kalau ini belum jadi, kami periksa lagi kesepakatan (MoU) di antara kami. Itu saja intinya,’’ ujar Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani, Kamis (27/5). Dia turut hadir dalam pertemuan di BI, yang dihadiri Pjs Gubernur BI Darmin Nasution dan jajarannya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan jajarannya, dan Kepala Bapepam-LK Fuad Rahmany dan jajarannya.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pembahasan soal protokol krisis ini kembali menyimpulkan perlunya UU JPSK. ‘’Kami bahas ekonomi makro, ekonomi global, kemudian kami juga bahas membahas tentang perlunya kita ada UU JPSK,’’ kata dia seusai pertemuan, Kamis (27/5).
Agus mengatakan UU JPSK adalah dasar hukum yang jelas untuk pengambilan tindakan di situasi krisis. ‘’Praktis, UU JPSK merupakan suatu dasar seandainya ada krisis, kita punya UU yang jelas,’’ ujar dia. Agus menyatakan ingin mengajukan kembali RUU JPSK secepat mungkin.
Meski demikian Agus mengatakan situasi ekonomi Indonesia saat ini berada dalam kategori baik, di tengah eskalasi krisis di Eropa. ‘’Secara umum kondisi Indonesia baik,’’ tegas dia.
Dalam pertemuan tersebut, ujar Agus, dia pertanyakan berapa sebenarnya letter of credit (L/C) Indonesia yang berhubungan dengan Eropa. Termasuk utang dalam mata uang Euro. ‘’Semuanya dalam kondisi yang relatif aman dan tidak besar,’’ ujar dia.
Total L/C Indonesia ke Eropa, sebut Agus, adalah Rp 4 triliun. ‘’Tidak besar. Tidak sampai 400 juta dolar Amerika ya,’’ kata dia.