REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah Indonesia mengecam dan mengutuk aksi penyerangan Israel terhadap kapal kemanusian Mavi Marmara. Tindakan Israel itu tergolong aksi penyergapan karena dilakukan di luar perairannya. Demikian disampaikan Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, di Istana Presiden, Senin (31/5).
"Tentu sikap kita terhadap tindakan Israel ini, mudah, jelas, lugas, tentu kita mengecam, mengutuk," katanya. Marty dan sejumlah menteri berada di Istana untuk melakukan pertemuan Tim Penilai Akhir (TPA). Sedangkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak berada di Istana.
"Perkembangan senantiasa kami laporkan kepada beliau (Presiden), pada saat ini sistem sudah bekerja, dalam arti kata kita terus menerus komunikasi dengan berbagai perwakilan kita di kawasan," kata Marty. Hal itu dilakukan untuk menghimpun data selangkap-lengkapnya soal hal-hal yang menyangkut Warga Negara Indonesia.
"Kami tentu melansir berita-berita ada kurang lebih 12 warga negara kita yang konon berada di kapal kemanusiaan yang dimaksud," kata Marty. Dari pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ankara sudah mengetahui ada lima WNI di dalam kapal. Mengenai kondisi mereka, kata Marty, pemerintah masih mencoba untuk memastikan.
"Saya tak bisa katakan belum ada korban, kami tak bisa menkonfirmasikan bagaimana nasib warga negara yang berada dalam kapal dimaksud, yang pasti kami sampaikan, pertama kita harus pastikan berapa dan siapa identitas warga negara yang berada di kapal dimaksud, yang tadinya hanya lima sampai hingga 12, ini yang ingin kita konfrimasi," ujarnya menjelaskan.
Marty mengatakan, Indonesia siap bekerja sama dengan masyarakat Internasional untuk memastikan Israel bertanggung jawab atas aksi yang dilakukannya. "Sikap kita yang mengecam secara keras sepak terjang Israel ini dan kita siap bekerja sama dengan masayrakat internasional untuk memastikan Israel bertanggunjawab mengenai hal ini," kata Marty.
Dia menambahkan, Israel juga telah menghambat upaya perdamaian. "Israel telah menunjukkan melalui tindakannya ini menciptakan hambatan bagi proses perdamaian, pada saat kita mengharapkan kemajuan proses perdamaian dinamakan proximity touch, Israel kembali melakukan langkah-langkah tindakan yang semacam hambatan, dan ini sangat tidak bisa diterima," kata Marty.
Pelanggaran yang dilakukan Israel, kata Marty, sudah sangat jelas hitam putih. Maksudnya, Israel telah melanggar tindakan hukum internasional. "Bukan saja tindakan penyergapannya, tapi bahkan juga blokadenya, ada multiple kesalahan pelanggaran hukum sifatnya multidimensional, baik penyergapannya juga blokadenya," kata Marty.