REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mantan kuasa hukum Susno Duadji, Johnny Situwanda, kembali tidak menghadiri pemanggilan tim independen Polri sebagai tersangka. Jika dalam waktu seminggu Johny tidak menghadiri pemanggilan, maka Polri akan melakukan penangkapan terhadap pengacara tersebut.
Wakadiv Humas Polri, Brigjen Pol Zainuri Lubis, mengatakan ketidakhadiran Jhony termasuk hal yang memberatkan dalam proses penyidikan. "(Ketidakhadiran) akan mempersulitkan penyidik dan menyulitkan diri sendiri,"ungkap Zainuri kepada wartawan di Jakarta, Senin (31/5).
Johnny sendiri dipanggil menjadi tersangka berdasarkan surat panggilan bernomor : S.Pgl/V/2010/Dit.III/Tipikor& WCC tertanggal 26 Mei 2010 dari tim independen Bareskrim Mabes Polri.
Sebelumnya, Johnny telah dipanggil oleh penyidik pada (19/5) dan (24/5) sebagai saksi atas kasus gratifikasi. Namun Jhonny tidak datang dalam dua jadwal pemeriksaan tersebut dengan alasan sedang melakukan tugasnya sebagai advokat.
Sementara, atas pemanggilan Johnny sebagai tersangka pada hari ini berkaitan dengan Kasus sengketa antar-investor pembangunan kawasan wisata terpadu yang berbatasan dengan Observatorium Bosscha, Lembang.
Dalam kasus tersebut, PT Baru Adjak (PT.BA) menggugat mitra usahanya, PT. Bintang Mentari Perkasa (PT.BMP) karena merasa telah dirugikan atas kepemilikan lahan seluas 64 hektar pada 2008 lalu.
Susno Duadji, yang saat itu menjadi Kapolda Jawa Barat, disebut-sebut menerima aliran dana dari Jhony Situwanda yang ketika itu menjadi kuasa hukum PT. BMP untuk menghentikan kasus itu. Belakangan diketahui terdapat laporan PPATK yang merekam jejak aliran dana dari Jhony terhadap Susno Duadji.
Kuasa hukum JS, Sutedja Sugiyanto, mengaku kliennya akan hadir dalam kurun waktu bulan Juni ini. "Klien kami akan hadir dan menghadap pada kesempatan pertama setelah berada di Indonesia,"ungkapnya kepada wartawan, di Jakarta, Senin (31/5).
Kuasa hukum lainnya, Sugianto Sulaiman, menyesalkan beredarnya Laporan Hasil Analisis (LHA) atas nama Jhony Situwanda. Menurutnya, beredarnya LHA tersebut melanggar Pasal 42 UU RI Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia No.2/19/PB/2000.
Dalam Beleid tersebut, ungkap Sugianto, LHA PPATK hanya dapat diungkap kepada tersangka, terdakwa atau terlapor karena sifatnya merupakan rahasia. "Bagi siapa saja yang membocorkan laporan tersebut maka orang yang bersangkutan dapat dituntut secara pidana,"ujarnya.