REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM--Aktivis pro-Palestina mengatakan, Selasa (1/6) telah mengirim kapal lain untuk mencoba menembus blokade Israel terhadap Gaza. Satu hari setelah tindakan tentara Israel yang memicu kemarahan di berbagai negara serta pertanyaan dari dalam negeri mengenai serangan pada sebuah kapal bantuan kemanusiaan di perairan internasional, yang berakhir dengan tewasnya sembilan aktivis.
Serangan yang membuat Israel mendapat kecaman dari masyarakat Internasional itu kemudian meningkatkan tekanan untuk Israel segera mengakhiri blokade yang telah menyebabkan kemiskinan dari 1,5 juta warga Palestina yang tinggal di kawasan Gaza.
Dewan Keamanan PBB mengutuk serangan tentara Israel yang menyebabkan kematian serta meminta dilakukan investigasi menyeluruh.
Great Berlin dari Gerakan Gaza Merdeka atau Free Gaza Movement yang mengendalikan Flotilla mengatakan, kapal kargo lain telah berangkat dari pantai Italia dengan rute akhir di Gaza. Sementara, kapal kedua akan mengangkut lebih dari 30 orang untuk bergabung, ujar Berlin.
Dia menambahkan, dua kapal tersebut diperkirakan akan tiba pada akhir pekan ini atau paling lambat awal pekan depan. "Inisiatif ini tak akan pernah berhenti," ujarnya dari basis kelompoknya yang berada di Cyprus.
"Kami pikir pada akhirnya, Israel akan mendapatkan pikiran sehat. Merek akan menghentikan blokade Gaza dan salah satu cara untuk melakukannya yaitu kami akan terus mengirimkan kapal," tuturnya.
Aksi protes terhadap tindakan Israel terjadi di berbagai negar muslim termasuk Turki yang secara tidak resmi mendukung Flotilla, juga negara Indonesia dan Malaysia, yang salah satu aksi demo dilakukan oleh pria Palestina dengan membacok dirinya sendiri di depan kedutaan Amerika Serikat.
Sementara itu, di Israel juga terjadi perdebatan sengit alasan mengapa operasi militer itu menjadi kacau.
Israel mengirim pasukannya menuju enam kapal yang mengangkut hampir 700 aktivis setelah pemberian pemerintah mengabaikan panggilan misi selama seminggu untuk membawa kargo ke pelabuhan Israel, dimana dia akan diperiksa dan dipindahkan ke Gaza.
Sebagian besar penumpang akan segera menyerah. Namun, pada kapal yang terbesar dengan bendera turki, Mavi Marmara, tindakan tentara Israel mendapat perlawanan.
Analis militer Israel mengatakan, sebuah kesalahan mengirim pasukan pada kapal yang sedang berlayar dan pihak militer dapat menggunakan senjata yang tidak mematikan. Pengumpulan informasi intelijen juga diperkirakan mengalami kesalahan.
Salah seorang pensiunan Jenderal asal Israel, Shlomo Brom mempertanyakan mengapa mesin kapal tidak disabotase terlebih dahulu.
"Ada beberapa tujuan dari operasi ini. Salah satunya, tak membiarkan kapal sampai ke Gaza dan tujuan lain adalah berusaha tidak merusak citra Israel. Yang jelas-jelas gagal," ujar
Kabar utama dari salah satu koran Israel, The Daily Maariv menyebut serangan itu sebagai "bencana".
Flotilla merupakan usaha kesembilan kali melalui laut yang mencoba menembus blokade Israel.
Pejabat Israel belum mengidentifikasi sembilan korban tewas, namun akan segera dilakukan. Mereka mengatakan, 50 dari 679 aktivis yang berada di kapal itu sudah dikirim ke bandara internasional untuk deportasi. Sisanya, menolak untuk identifikasi diri dan tetap di tahanan dalam sebuah penjara di Israel selatan.
Israel tidak memuka akses untuk menemui aktivis dari enam kapal tersebut. Sebagian dari yang dideportasi termasuk seorang warga Turki dan anaknya yang berusia satu tahan, enam warga Yunani dan tiga warga Jerman.
Wanita asal Turki, Nilufer Cetin memberikan sedikit keterangan mengenai konfrontasi berdarah yang terjadi di kapal. "Terjadi pembantaian di kapal. Kemudian, kapal berubah menjadi lautan darah," ujar Cetin yang suaminya, Ekrem sebagai ahli mesin kapal masih berada di tahanan Israel.
Turki mengatakan, telah mengirim tiga kapal medis ke Israel untuk menjemput 20 warganya yang terluka pada operasi tersebut dan pesawat lain untuk membawa pulang aktivis lain. Sekitar 400 warga Turki ikut bergabung dalam Flotilla.
Ketegangan antara Israel dan perbatasan Gaza semakin meningkat setelah penyerangan tersebut. Pada Selasa pagi (1/6), pihak militer Israel mengatakan militan Gaza memasuki Israel dan terjadi baku tembak. Dikabarkan, dua orang tentara tewas namun belum ada konfirmasi resmi.