REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi V DPR RI, Abdul Hakim, mempertanyakan rencana kenaikan tarif kereta api kelas ekonomi di lintas Jawa dan Sumatera yang berkisar 16-62 persen karena untuk pelayanan kelas tersebut pemerintah seharusnya memberikan subsidi dan bukan menaikan tarif yang membebani masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan Abdul Hakim di gedung DPR Jakarta, Rabu, menanggapi pernyataan Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan yang mengusulkan penaikan tarif kereta api (KA) kelas ekonomi di lintas Jawa dan Sumatra berkisar 16-62 persen, sebagai penyesuaian terhadap melambungnya biaya operasional dan peningkatan pelayanan ke penumpang.
Usulan besaran penaikan tarif tersebut, salah satunya, diperoleh dari hasil survei wawancara langsung pada 17 Februari - 24 Maret 2010 terhadap 7.468 responden di 30 KA antarkota dan sembilan KA perkotaan di sembilan lintas. Kini usulan tersebut telah berada di meja Sekjen Kemenhub, M. Ikhsan Tatang, dan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menhub, Freddy Numberi, sebelum ditetapkan.
"Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, kereta api harus tetap hidup. Dan untuk bisa tetap beroperasi dan memenuhi pelayanan minimal dibutuhkan biaya. Tapi, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau. Dengan kondisi perekonomian seperti sekarang, apakah kenaikan tarif hingga 62 persen tersebut tidak membebani masyarakat ?," kata hakim.
Sesuai UU No.23 tahun 20007 tentang Perkeretaapian, biaya operasional kereta api kelas ekonomi dapat ditanggung oleh public lewat harga tiket dan pemerintah melalui PSO (public service obligation).
Dalam pasal 153 UU No. 23 tahun 2007 dijelaskan bahwa untuk pelayanan kelas ekonomi, dalam hal tarif yang ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah lebih rendah dari tarif yang dihitung penyelenggara sarana perekeretaapian, maka selisih tarif tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemerintah daerah sebagai bentuk kewajiban pelayanan publik.
"Jika masyarakat dinilai belum mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana kereta api, pemerintah atau pemerintah daerah menetapkan tarif angkutan pelayanan kelas ekonomi yang merupakan bentuk pelayanan publik," katanya.
Karena itu, katanya lagi, usulan kenaikan tarif 16 - 62 persen untuk kereta api ekonomi di lintas Sumatera dan Jawa, patut dipertanyakan apakah sudah sesuai dengan kemampuan masyarakat.
"Jika masyarakat memang dinilai tidak mampu membayar, ya harus ada subsidi. Kedua, apakah usulan kenaikan tariff ini sudah sesuai dengan pedoman penetapan tariff dan ketentuan lain dalam UU perkeretaapian?," kata politisi PKS itu.
Dalam pasal 151 UU Perkeretaapian, penetapan tarif angkutan kereta api harus berdasarkan pedoman tarif yang ditetapkan oleh pemerintah yang berdasarkan pada perhitungan modal, biaya, operasi, biaya perawatan dan keuntungan.