REPUBLIKA.CO.ID, SOLO--Jangan kaget jika nanti Anda menemui polisi lalu lintas membawa semacam mesin gesek untuk kartu kredit. Pasalnya, Direktorat lalu lintas (Ditlantas) Polri segera meluncurkan Surat Izin Mengemudi (SIM) smart.
SIM tersebut dirancang untuk dapat digunakan sebagai media pembayaran denda pelanggaran lalu lintas. Rencananya, penggunakan SIM smart akan diujicobakan pada Juli mendatang di Jakarta.
Kasi Penindakan Pelanggaran Ditlantas Polri, AKBP Nelida mengungkapkan dalam SIM tersebut akan disisipkan microchip. Layaknya kartu ATM, SIM tersebut dapat diisi nominal uang untuk membayar denda.
"SIM nanti diisi uang melalui bank yang ditunjuk. Tentunya bank yang memiliki sistem online. Polisi yang bertugas di lapangan cukup membawa alat gesek. Kalau ada pengguna jalan yang melanggar, SIM tersebut digesek dan otomatis denda sudah dibayar, " jelasnya di sela-sela acara sosialisasi Undang-undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan di Hotel Sunan, Solo, Kamis (3/6).
Besarnya denda tersebut, lanjut Nelida, akan ditarik sebesar denda maksimal pelanggaran. Tidak menutup kemungkinan, besarnya denda pelanggaran yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) setempat lebih kecil dibandingkan nominal denda maksimal tersebut. "Setelah jatuh putusan PN, jika dendanya lebih kecil, uang denda akan dikembalikan melalui pelayanan bank online, " jelasnya.
Nelida mengungkapkan kerjasama untuk realisasi SIM smart telah dirintis dengan pihak-pihak terkait seperti bank dan PN. Meski demikian, belum semua daerah dapat menggunakan layanan tersebut dalam waktu dekat. "Juli diharapkan dapat diujicobakan di Jakarta, nanti di seluruh Jawa dulu. Belum semua daerah diterapkan, " ujarnya.
Diakuinya, SIM smart tersebut akan memudahkan pengguna jalan dalam membayar denda pelanggaran. Akan tetapi, pengguna jalan yang tidak memiliki SIM tersebut masih akan dilayani dengan sistem manual. "Masih akan ada surat tilang, tapi pengguna SIM smart lebih mudah membayar. Mereka tinggal mengisi ulang uang di SIM melalui bank yang ditunjuk, " ujarnya.
Lebih lanjut, Nelida mengungkapkan penggunaan SIM Smart tersebut merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan UU no 22 tahun 2009. UU tersebut, ujarnya, mengatur mekanisme pembayaran denda pelanggaran lalu lintas yang berbeda dengan UU sebelumnya yakni, UU no 14 tahun 1992.
"Untuk UU yang sekarang, jika warga kena tilang bisa memilih antara sidang atau menitipkan uang denda maksimal ke polisi. Kalau putusan PN lebih kecil, uang itu akan dikembalikan melalui rekening bank, " jelasnya.
Sementara itu, Dirjen Perhubungan Darat Kementrian perhubungan, Suroyo Alimoeso mengungkapkan UU no 22 tahun 2009 mengatur lebih rinci terkait hak dan kewajiban pemangku kepentingan. Tidak hanya masyarakat pengguna jalan yang menjadi subjek sekaligus objek hukum, tetapi pemerintah selaku penyelenggara juga memiliki hak dan kewajiban.
Dijelaskannya, UU tersebut mengakomodasi berbagai lapisan masyarakat. Diantaranya kewajiban pemerintah dalam menyediakan fasilitas bagi pejalan kaki dan kelompok masyarakat tertentu. Fasilitas bagi warga difabel, wanita hamil, dan lansia diatur tegas dalam UU tersebut.