Jumat 04 Jun 2010 22:37 WIB

Myanmar dan Cina Tandatangani Perjanjian Stabilitas Perbatasan

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON--Perdana Menteri Cina Wen, Jiabao, mencapai kesepakatan luas dengan Myanmar untuk memelihara stabilitas di daerah-daerah perbatasan dalam satu kunjungan, 3 Juni lalu yang ia katakan merupakan tahap baru hubungan, demikian kata laporan media.

"Kami ingin memperkokoh persahabatan kami dengan Myanmar dan memperluas kerja sama, selalu bertindak sebagai negara tetangga yang baik, sahabat dan mitra yang baik." kata Wen kepada perdana menteri Myanmar, Thein Shein itu.

Cina adalah salah satu dari beberapa negara yang memiliki hubungan yang erat dengan negara Asia Tenggara yang diperintah junta militer dan dikecam banyak negara Barat itu. Tetapi hubungan sempat terganggu akibat kerusuhan di perbatasan-perbatasan barat yang terpencil dengan Cina.

Banyak daerah perbukitan dan terpencil di dalam perbatasan Myanmar dikuasai kelompok-kelompok bersenjata dari etnik minoritas yang melawan kekuasaan langsung pemerintah militer. Beberapa dari daerah itu memproduksi dan menjual narkoba ke Cina dan tindakan militer Myanmar untuk mengusir kelompok-kelompok paling lemah tahun lalu, menyebabkan sekitar 37.000 pengungsi lari ke Cina.

Perjanjian-perjanjian yang ditanda tangani dengan disaksikan dua pemimpin negara itu termasuk sebuah pipa gas alam, sebuah proyek listrik tenaga air, perdagangan dan keuangan, kata Xinhua. Cina juga menawarkan bantuan lagi, kata Xinhua tanpa merinci lebih jauh.

Perjanjian-perjanjian itu ditandatangani ketika Wen berada di ibu kota baru Myanmar, Naypyidaw, tempat ia juga melakukan pertemuan dengan Jendral Senior/ Than Shwe, ketua Dewan Perdamaian dan Pembangunan Negara, satu badan yang dipimpin militer yang memerintah negara itu.

Pada Oktober lalu, kelompok energi negara Cina CNPC mulai membangun satu pelabuhan minyak mentah di Myanmar, bagian dari satu proyek pipa yang bertujuan untuk memotong jalan yang memutar kargo minyak yang panjang melalui Selat Malaka.

Myanmar menurut rencana akan menyelenggarakan pemilu tahun ini, yang menurut pihak pengamat dapat menimbulkan ketegangan baru di perbatasan-perbatasan darat. Pemilu, yang tanggalnya belum ditetapkan, dianggap lawan-lawan politiknya sebagai satu tindakan militer untuk memperpanjang kekuasaan lima dasawarsanya dengan pura-pura menciptakan pemerintah sipil.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Jiang Yu tidak bersedia mengkonfirmasikan apakah Wen membicarakan pemilu itu dengan para pemimpin Myanmar itu. Dia mengulangi imbauan Beijing bagi pemilu yang bebas dari kerusuhan.

"Kami mengharapkan semua pihak di Myanmar dapat tetap memajukan pembangunan demokrasi melalui rekonsiliasi dan kerja sama," kata Jiang dalam jumpa wartawan reguler di Beijing. Barat memberlakukan sanksi-sanksi luas terhadap Myanmar tahun 1988 setelah tindakan keras militer terhadap protes-protes pro demokrasi. Cina mengisi kekosongan itu, memberikan bantuan dan senjata dan meningkatkan perdagangan.

sumber : ANT/rtr
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement