REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Para tahanan di Inggris dituduh memutuskan beralih ke agama Islam karena mereka mengarah berbagai "fasilitas" lebih di penjara.
Sebagian tahanan diyakini akan menerima "keuntungan material" seperti lebih banyak waktu untuk menyendiri di sel dan makanan yang lebih baik selama bulan Ramadhan hanya jika mereka adalah seorang muslim, demikian laporan yang dibuat oleh Chief Inspector of Prisons atau Inspektur Kepala Penjara di Inggris.
Diantara berbagai alasan yang diberikan oleh narapidana mengubah keyakinan sebagai seorang muslim adalah alasan "dukungan dan perlindungan dalam sebuah kelompok berkuasa" dan "persepsi adanya keuntungan materil lebih jika diidentifikasi sebagai seorang muslim".
"Sebagian pelaku kriminal diketahui mengubah keyakinan untuk memperoleh keuntungan yang tersedia hanya untuk kaum muslim," menurut Inspektur Kepala Penjara, Dame Anne Owers.
Laporan Dame Anne yang berjudul "Muslim Prisoners' Experiences" atau pengalaman para narapidana muslim, juga menunjukkan bahwa tahanan muslim semakin terbawa pada kaum ekstrimis karena mereka semua diperlakukan sebagai potensi radikal selama di penjara.
Dame Anne memperingatkan, perlakuan terhadap narapidana muslim oleh pelayanan penjara berisiko "pemenuhan ramalan terhadap diri sendiri" yang membuat mereka terasing dan tidak puas.
Dia mengatakan, perlakuan pengamanan berlebih yang difokuskan sebenarnya hanya ditujukan untuk ekstrimis muslim dan bukan diberlakukan secara individual atau keyakinan tertentu, sehingga para tahanan tidak merasa tersinggung atau merangkul kembali kaum ekstrimis kembali pada masyarakat umum.
Namun, sebagian para sipir merasa khawatir jika sebagian narapidana dipaksa untuk masuk Islam oleh para narapidana radikal, sementara tahanan muslim dipaksa untuk mengikuti versi keyakinan yang lebih ekstrim.
Laporan tematik itu dilakukan berdasarkan pengalaman dari narapidana muslim selama di penjara dan diungkap sekitar 30 persen dari 164 muslim yang diwawancara masuk Islam selama didalam tahanan.
Dame Anne memaparkan ada dua pendekatan berbeda untuk memenuhi kebutuhan dari umat muslim di penjara. Pertama, memperhatikan kebutuhan khusus berdasarkan perbedaan dan potensi diskriminasi. Kedua, fokus hanya pada narapidana yang terbukti atau berpotensi sebagai ekstremis Muslim.
"Saat ini, pendekatan kedua tampaknya lebih baik dengan sumber daya yang ada, lebih dimengerti dan lebih umum," tuturnya.
"Akan sangat naif untuk menyangkal, didalam populasi penjara, tak ada yang memiliki pandangan ekstremis Muslim radikal, atau yang mungkin tertarik pada mereka karena berbagai alasan," lanjut Dame Anne.
"Tapi itu tidak mendukung untuk pendekatan komprehensif yang terfokus pada tahanan keamanan muslim pada umumnya. National Offender Management Service atau Manajemen pelayanan narapidana nasioanl harus mengembangkan strategi pendukung dan pelatihan untuk semua staf yang berhubungan dengan muslim secara perseorangan dengan risiko dan kebutuhan khusus, dibandingkan sebagai bagian kelompok terpisah dan bermasalah," jelasnya.
Tanpa hal tersebut, lanjut Dame Anne, pengalaman di penjara akan menciptakan pengasingan dan ketidakpuasan sehingga saat dibebaskan, mantan narapidana itu cenderung terasing atau mengikuti gerakan ekstrimis.
Laporan juga mengungkap, staf pada salah satu penjara dengan tingkat keamanan tinggi meyakini kelompok muslim menekan kelompok non-muslim untuk beralih keyakinan dan pada kaum muslim lain untuk mengikuti aliran ekstrim.
Terdapat kekhawatiran serupa bahwa penekanan peralihan keyakinan itu juga dilakukan terhadap penghuni tahanan yang masih muda.
Laporan juga menunjukkan, lebih dari setengah narapidana berkulit hitam yang diwawancarai beralih menjadi muslim yaitu sekitar 65 persen.
Tidak dituturkan alasan untuk keamanan tingkat tinggi, namun sebagian narapidana mengatakan hal itu menyebabkan kesulitan diantara para penjaga penjara untuk memahami dan merespon para ekstrimis.