REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Video mesum mirip artis terkenal beredar lewat internet. Tak hanya itu, pemberitaan juga gencar dilakukan media baik elektronik, cetak, maupun online. Hal ini dikhawatirkan bisa merangsang media untuk memberitakannya secara serampangan, sehingga melanggar rambu kode etik jurnalistik.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengingatkan agar jurnalis memberitakan hal tersebut dengan memperhatikan kode etik jurnalistik yang berlaku. Antara lain menghindari penggunaan judul yang seronok, vulgar, dan berpotensi melanggar nilai kesusilaan masyarakat.
AJI memandang penayangan foto atau cuplikan adegan seks dari video itu berpotensi memancing rasa ingin tahu publik. Akibanya, banyak yang mencari video tersebut lewat internet. Ketua Umum AJI, Nezar Patria, mengatakan media harus berperan menjaga agar berita itu diperlakukan secara proprosional. “Sebaiknya jurnalis memotret kasus ini dengan cara yang lebih mendidik masyarakat, ketimbang mengedepankan sensasi,” katanya pada Rabu, (9/6).
Ada kecenderungan berita ini dieksploitasi demi kepentingan sensasional pemberitaan. “Media bisa terjatuh pada jurnalisme sensasi bermutu rendah,” ujar dia. Media mencoba meluaskan objek pemberitaan itu ke pihak yang tidak relevan misalnya sengaja melibatkan atau mengeksplotasi pernyataan keluarga dari para artis yang terlibat di dalamnya.
Padahal, UU Pers No 40 Padal 4 menegaskan bahwa wartawan Indonesia tidak memuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Pada pasal 9 juga ditegaskan bahwa wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Dalam pemberitaan video ini dinilainya sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepentingan publik. Sebab, tidak ada pejabat negara atau dana milik masyarakat yang terlibat di dalam kasus ini. AJI menganggap kasus video seks ini sebagai kasus hukum biasa dan mendorong polisi untuk menangkap dan menghukum orang yang menyebarkan video tersebut.