Jumat 11 Jun 2010 04:34 WIB

Tiga Alasan Kejaksaan tak Lakukan Deponering

Rep: ikh/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kejaksaan Agung sempat mendapat masukan dari masyarakat agar melakukan deponering atau mengeyampingkan perkara demi kepentingan umum setelah ditolaknya banding Kejaksaan Agung oleh Pengadilan Tinggi Jakarta terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengenai Surat Keterangan Penghentian Penuntutan (SKPP) kasus Bibit Samad Riyanto-Chandra M Hamzah yang dimenangkan oleh Anggodo Widjojo.

Namun, kejaksaan lebih memilih menempuh upaya Peninjauan Kembali (PK), sehingga tidak melakukan deponering. Opsi deponering sempat diusulkan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum dan HAM Denny Indrayana. Menurut Jaksa Agung Hendarman Supanji, di Kantor Presiden, Kamis (10/6), ada tiga alasan mengapa kejaksaan tidak mengambil upaya deponering

Pertama, sejak awal kejaksaan sudah mengambil sikap untuk menghentikan perkara tersebut dengan opsi SKPP. "Maka berarti apabila sikap kejaksaan berubah untuk menghentikan perkara dengan deponering, berarti kejaksaan tidak mempunyai suatu sikap, yaitu ambivalen dalam perkara penghentian perkara," kata Hendarman. SKPP dan deponering adalah dua opsi beda.

Kedua, apabila perkara Bibit-Chandra deponering, sedangkan perkara Anggodo yang berkaitan dengan Chandra Hamzah tidak deponering, maka hal ini bertentangan dengan azas equality before the law. Seperti diketahui, perkara Anggodo yang mencoba melakukan penyuapan dan menghambat proses hukum sedang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

"Ketiga, alasan kejaksaan tidak mendeponering, yaitu membaca Pasal 35 huruf c UU No 16/2004 untuk mendeponering suatu perkara maka harus terlebih dahulu memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut," kata Hendarman. Badan-badan kekuasaan negara itu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Saran ini belum dapat dipastikan sependapat dengan dilakukannya deponering. Pendapat legislatif pada rapat komisi III DPR dengan Jaksa Agung pada 9 November 2009 merekomendasikan agar Jaksa Agung menangani perkara Bibit-Chandra secara profesional dan sesuai dengan hukum pembuktian menurut KUHAP

Sementara, pendapat yudikatif ditunjukkan dengan putusan Pengadilan Negeri dan putusan Pengadilan Tinggi yang memutuskan SKPP perkara Bibit-Chandra yang dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tidak sah dan mewajibkan untuk melanjutkan penuntutan perkara tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement