REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak pernah menginstruksikan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Jimly Asshiddiqie untuk mendaftar menjadi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Bukan berarti itu adalah instruksi atau arahan dari presiden," kata Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu. Julian mengatakan hal itu ketika diminta tanggapan oleh wartawan tentang anggapan bahwa Jimly adalah "titipan" pemerintah dalam bursa calon pimpinan KPK.
Menurut Julian, presiden memahami keputusan Jimly untuk mendaftarkan diri menjadi calon pimpinan KPK adalah keputusan pribadi. Julian menegaskan, presiden menyerahkan mekanisme pemilihan pimpinan KPK kepada Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, tanpa intervensi apapun.
Kepala negara juga tidak pernah membicarakan nama orang yang mendaftarkan diri menjadi pimpinan KPK. Menurut Julian, presiden hanya berharap proses seleksi pimpinan KPK dilakukan berdasar prosedur yang berlaku dan bebas dari intervensi pihak manapun.
"Jadi tidak ada sama sekali bentuk campur tangan apalagi intervensi dari presiden," kata Julian menegaskan.
Terkait jabatan Jimly sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Julian mengatakan, Jimly harus mengundurkan diri jika terpilih sebagai pimpinan KPK.
Menurut Julian, hal itu secara jelas diatur dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden. Salah satu bagian Undang-undang itu mengatur bahwa seorang anggota Dewan Pertimbangan Presiden harus mengundurkan diri jika terpilih untuk menduduki jabatan publik yang lain.
Sebelumnya dilaporkan, panitia seleksi mencatat 285 pendaftar seleksi calon pimpinan KPK telah melengkapi berkas.Beberapa tokoh telah mendaftarkan diri, antara lain anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Jimly Asshiddiqie, dan Ketua Komisi Yudisial, Busyro Muqodas.
Panitia seleksi akan mencari dua calon pimpinan KPK. Kedua calon itu nantinya akan dilaporkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diteruskan ke DPR untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan. Setelah itu, DPR akan memilih satu orang untuk dilantik menjadi pimpinan KPK.