REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING--Cina telah menyelesaikan pengungsian warganya dari negara yang dilanda kerusuhan, Kyrgyzstan, setelah memulangkan hampir 1.300 warga, demikian laporan yang beredar Kamis. Operasi tiga hari tersebut berakhir Kamis dinihari, ketika pesawat jet Cina, Southern Airline, yang membawa 148 warganegara Cina mendarat di Urumqi, ibu kota wilayah Xinjiang, Cina, yang berbatasan dengan negara di Asia Tengah tersebut.
Itu pesawat kesembilan sejak China mulai mengungsikan warga negaranya di tengah bentrokan suku yang meletus pekan lalu, antara etnik Kyrgyz dan Usbek di bagian selatan Kyrgyzstan. Sedikitnya 190 orang telah tewas dalam pristiwa tersebut.
Lebih dari 7.000 orang China tinggal di wilayah yang dilanda kerusuhan di Kyrgyzstan, Osh, ketika bentrokan meletus. Sebagian besar mereka pengusaha dan sebagian pekerja bangunan, demikian laporan pers resmi China.
Sejauh ini tak ada laporan mengenai warga negara China yang tewas dalam bentrokan di bagian selatan Kyrgyzstan. Dalam kerusuhan tersebut, orang-orang dari suku Kyrgyz telah menyerang toko dan rumah milik orang Uzbek. Puluhan ribu orang dari suku Uzbek telah menyelamatkan diri melintasi perbatasan ke dalam wilayah Republik Uzbekistan.
Pemerintah sementara Kyrgyzstan, yang menggulingkan presiden Kurmanbek Bakiyev awal tahun ini, tak mampu meredam kerusuhan tersebut. Ketidakmampuan pemerintah untuk menguasai Kyrgyzstan selatan sepenuhnya terlihat gamblang. Permintaan agar bantuan pasukan asing pemeliharaan perdamaian bisa masuk Kyrgystan ditolak oleh Rusia, tak lama setelah Presiden Roza Otunbayev menyampaikan permohonan tersebut.
Baru dua bulan lalu, banyak pengulas memuji Roza sebagai politikus yang fasih dan moderat di kalangan kelompok oposisi, yang sering bertengkar. Perubahan itu sempat disambut baik setelah bertahun-tahun kekuasaan korup oleh pendahulunya Kurmanbek Bakiyev dan Askar Akayev.