REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) akan segera melakukan tindakan tegas untuk meminimalisasi kemudahan akses situs dengan konten pornografi di internet. Apalagi, pornografi yang bersifat adiktif tersebut kini telah menjadi industri.
''Indonesia telah mengeluarkan biaya belanja produk pornografi hingga mencapai 3.600 dolar AS per detiknya,'' ujar Menkominfo, Tifatul Sembiring dalam breakfast meeting di Gedung Kemenkominfo, Kamis (17/6). ''Industri ini sudah mempelajari kata kunci yang sering digunakan di search engine.''
Tifatul pun mencontohkan, saat mengetik kata SMP atau SMU di portal pencarian, hasil yang keluar dari portal pencarian merupakan hal-hal yang berkaitan erat dengan pornografi. Padahal tak tertutup kemungkinan, anak-anak di bawah umur mengetik kata-kata umum semacam itu. ''Kemudian muncul sedikit gambar dan membuat anak-anak jadi penasaran,'' katanya.
Selanjutnya, hal itu bisa menjadi pemicu bagi anak-anak membuka situs porno lainnya. Hal ini terbukti dari data Kemenkominfo bahwa 97 persen siswa SMP-SMU pernah mengakses situs porno. Untuk itu, menurutnya, Kemenkominfo meminta kepada para penggiat portal internet agar menjaga dan memblokir akses pornografi di situsnya.
Jika masih membandel, kata Tifatul, Kemenkominfo akan menindaklanjutinya ke ranah hukum. Semua itu, lanjut dia, merupakan salah satu langkah dalam menyelamatkan genereasi muda.
Selain langkah pemerintah, Tifatul juga meminta agar semua pihak turut berpartisipasi dalam mendukung peniadaan situs yang mengandung nilai pornografi. Termasuk media massa, baik media elektronik maupun media cetak. ''Bukan berarti kami membatasi kebebasan pers, yang kami protes hanya tayangan yang terlalu vulgar dalam berita sehingga membuat orang tambah penasaran,'' katanya.
Tifatul mencontohkan kasus yang kini marak, yakni beredarnya video mirip artis yang cukup menguras perhatian publik. Dalam menyikapi kasus ini, tambahnya, media massa seharusnya bersikap lebih bijak. Sebab, banyak anak dibawah umur yang menonton televisi, jika tayangannya terlalu vulgar justru akan menimbulkan efek yang buruk. ''Harusnya media menayangkan berita ini dengan efek edukasi,'' kata dia.
Oleh karena itu, Tifatul setuju bahwa kebebasan pers harus tetap dijamin, namun meminimalisasi pornografi tak akan mengganggu tugas-tugas jurnalistik. Apalagi, kasus video porno ini bisa dikatakan merupakan pelecehan pada semua nilai-nilai dasar negara dan agama, termasuk Pancasila dan UUD. ''Semua anak bangsa ini, kalau diracuni dengan pornografi terus menerus, akan mengganggu kompetisi di hadapan bangsa-bangsa lain,'' tegasnya.