REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA, PBB--Para pemerintah negara Islam, mendesak organisasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk meningkatkan investigasi di negara-negara Barat demi menghilangkan Islamofobia, istilah yang diartikan sebagai diskriminasi terhadap Islam dan pemeluk agama Islam.
Delegasi dari negar-negara Islam, seperti Mesir, Iran dan Pakistan, menyusun rancangan panduan baru bagi penyelidik kebebasan beragama PBB, bahwa diplomat Barat yang ingin menghalangi Islam dari Muslim yang berkomentar bisa dianggap penghinaan.
Selama debat di depan Dewan Hak Asasi Manusia, 16 Juni kemarin, mereka juga menuding penyidik antirasisme dari PBB--dalam sebuah laporan tentang aktivitas yang ditabelkan--tidak cukup fokus terhadap insiden diskriminasi terhadap Muslim di negara-negara Barat.
Menurut 57 anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), penyidik antirasisme seharusnya fokus pula terhadap rasisme kontemporer, khususnya yang terjadi di masyarakat Barat. Mereka juga menyatakan Islamofobia tumbuh, terutama di negara-negara belahan Utara. Mesir dan Libya juga menyoal kondisi Muslim yang menjadi target rasisme dan diskriminasi di negara Barat.
"Orang-orang keturunan asing di Barat, seperti Afrika, Arab, Muslim dan Asia, benar-benar menghadapi stereotip negatif, peremehan dan stigmatisasi di dalam lingkungan di mana tumbuh perasaan antiorang asing (xenofobia)," ujar delegasi dari Mesir, Ahmed Ihab Gameleldin. Negera-negara bermayoritas Muslim itu juga menuntut pendekatan konstruktif untuk menjamin hak kebebasan beragama
Rancangan pedoman bagi penyidik kebebasan beragama PBB yang disampaikan OKI bisa jadi akan disetujui, mengingat negara-negara Muslim dan kawan-kawan dekat mereka, seperti Cuba, Rusia dan Cina berada di satu kubu. Begitu diloloskan, mandat baru itu akan menempatkan negara Barat dibawah meningkatnya tekanan PBB dalam pencegahan kritik atas Islam, yang dikhawatirkan sejumlah pengamat Barat, justru "menghapus" perlindungan kebebasan berbicara yang sesungguhnya.
Satu butir dalam rancangan pedoman itu juga menyeru kepada penyidik UN untuk "lebih mencermati organisasi media masa demi menjamin bahwa mereka mempromosikan atmosfer menghormati dan bertoleransi terhadap keragaman budaya dan agama,
Namun, meski memiliki peluang lolos, rancangan itu bukan tanpa perlawanan. Banyak grup hak asasi manusia mendebat bahwa negara-negara Islam itu hanya mencari tambahan "perlindungan" terhadap diskriminasi agama sebagai kedok pembenaran kejahatan yang di negara mereka, terutama terhadap warga yang memilih atheis, keluar dari Islam dan pihak lain yang dianggap menentang Islam.
"UN Watch sangat waspada dengan upaya blok Islami untuk mengubah perlindungan internasional terhadap kebebasan bergama menjadi pedang tajam perlindungan agama yang dimotivasi penyensoran negara," ujar direktur eksekutif lembaga pengawas PBB yang berbasis di Jenewa-Swiss, David Littman. "Ini memang bagian dari kampanye lebih besar, yakni mengalihkan bahaya gamblang ekstrimisme Islam ke narasi imaginatif bahwa Islam dan pengikutnya menjadi korban Barat."