REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR--Belasan unsur masyarakat sipil membentuk Aliansi Masyarakat Indonesia untuk Palestina, yang merupakan sinergi kepedulian lembaga kemanusiaan dalam menyuarakan perjuangan bagi rakyat dan bangsa Palestina yang dizalimi Israel."Aliansi Masyarakat Indonsia Untuk Palestina terbentuk dalam rapat yang dipusatkan di kantor `Medical Emergency Rescue Committee` (MER-C) Indonesia yang dihadiri belasan organisasi dan elemen sipil," kata Ketua Presidium MER-C Indonesia dr Sarbini Abdul Murad saat menghubungi ANTARA, Kamis.
Ia menjelaskan, selain MER-C elemen lain yang tergabung dalam aliansi adalah Yayasan Al Fatah, Aksi Cepat Tanggap (ACT), Voice of Palestine (VoP), Komite Nasional Untuk Rakyat Palestina (KNRP), Dewan Masjid Indonesia (DMI), Dompet Dhuafa, dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Selain itu, Taruna Muslim, Yayasan Rahmatan Lilalamin, "Spirit of Aqsa", organisasi Hilal Ahmar, Forum Umat Islam (FUI), Gerakan Reformasi Islam (Garis), Sahabat Al Aqsa, dan KISPA (Komite Indonesia Untuk Solidaritas Palestina).Menurut Sarbini, dalam pertemuan yang berlangsung pada Rabu (16/6) malam, seluruh elemen aliansi itu mendapatkan laporan dan informasi terakhir terkait Palestina dari dr Joserizal Jurnalis, anggota Presidium MER-C yang baru pulang dari kunjungannya ke Teheran, Iran pada 9-14 Juni 2010.
Joserizal Jurnalis berada di Teheran untuk berkoordinasi dengan pihak terkait di negara itu mengenai rencana Iran mengirim kapal bantuan ke Gaza.Dalam kesempatan itu, kata Sarbini, Joserizal menguraikan tiga dimensi dalam pembebasan Palestina, yakni religius, politik, dan kemanusiaan.
"Apa pun yang bisa kita lakukan untuk menolong rakyat Palestina bisa dikerjakan secara bersama dengan berbagai elemen, sehingga akan lebih mudah dan solid," katanya.
Menurut dia, yang paling krusial saat ini adalah bagaimana menembus blokade di wilayah Gaza, karena untuk Tepi Barat masih bisa dimasuki untuk misi kemanusiaan."Gaza secara `de jure` (adalah kawasan) merdeka, namun secara `de facto` diblokade," katanya.
Ia menambahkan bahwa blokade atas Gaza, terlebih setelah tragedi penyerangan tentara komando Israel atas Kapal Mavi Marmara untuk misi kemanusiaan pada 31 mei 2010, adalah isu kemanusiaan utama di dunia. "Sehingga pergerakan saat ini adalah pergerakan untuk membuka blokade supaya bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Gaza. Pembukaan blokade ini harus disuarakan terus menerus," katanya.
Berlayar lagi
Menurut Joserizal, yang harus dilakukan guna menyuarakan isu kemanusiaan dunia itu adalah melakukan pelayaran lagi, yang direncakanan sekurangnya akan ada misi dari Turki, Iran, dan juga dari Indonesia. Ia mengusulkan kalau bisa misi pelayaran dari Indonesia dapat dikawal oleh TNI Angkatan Laut (AL). "Kalau pun tidak dikawal TNI-AL, kita tetap akan berlayar," katanya.
Dikemukakannya bahwa MER-C dan VoP baru saja kembali dari Teheran, Iran. "Kami bertemu dengan `Red Crescent` (Bulan Sabit Merah) Iran untuk berkoordinasi masalah pelayaran yang akan dilakukan oleh Iran," katanya.
Rencananya, kata dia, pelayaran dari Indonesia dengan membeli kapal sendiri, dan kemudian akan mengikutsertakan berbagai elemen untuk kampanye terus-menerus.Selain itu, berdasarkan informasi terakhir pada akhir Juni 2010 akan ada kunjungan kerja Komisi I DPR-RI ke Mesir dan Palestina.
Persoalan lainnya, selain blokade adalah pendirian Rumah Sakit (RS) Indonesia di Gaza. "Rumah sakit ini adalah wujud kepedulian masyarakat Indonesia untuk Palestina. Sudah ada tanah waqaf 1 hektare dari 4 hektare yang disediakan. Dana dari publik untuk RS sampai saat ini sudah berjumlah Rp 13 miliar, dan saat ini kami masih kampanye lagi," katanya.