REPUBLIKA.CO.ID, PBB--Sekjen PBB Ban Ki-moon pada hari Selasa (22/6), mengumumkan pembentukan panel berisi tiga anggota. Mereka bertugas mencari tahu jika kejahatan telah terjadi dalam perang antara pemerintah Sri Lanka melawan pemberontak Macan Tamil.
Panel itu akan dipimpin oleh mantan jaksa agung Indonesia Marzuki Darusman, kata jurubicara PBB Martin Nesirky. Darusman belum lama ini juga ditunjuk sebagai pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Korea Utara.
Dua anggota lain panel itu, kata Nesirky terdiri dari Yasmin Sooka, pakar hak asasi manusia dari Afrika Selatan, dan Steven Ratner, pengacara AS yang menasehati PBB mengenai cara membawa Khmer Merah ke pengadilan di Kamboja.
Pemerintah Sri Lanka telah minta Ban untuk tidak menunjuk panel penasehat, dengan mengatakan negara itu telah memiliki komisinya sendiri untuk menyelidiki kemungkinan pelanggaran HAM pada akhir perang dengan separatis Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE), Mei 2009.
Nesirky menjelaskan, panel Ban itu "akan memberitahu Ban mengenai yang diduga pelanggaran terhadap HAM dan hukum kemanusiaan internasional pada tahap-tahap terakhir konflik di Sri Lanka".
"Panel itu berharap dapat bekerjasama dengan para pejabat yang prihatin di Sri Lanka," katanya.
Peta Jalan
Ditengah tekanan berat Barat, Ban bersikeras bahwa panel itu harus diteruskan meskipun Sri Lanka menentangnya dan menyatakan bahwa hal itu merupakan pelanggaran kedaulatan.
Peggy Hicks dari Human Rights Watch (HRW) yang bermarkas di New York mengatakan, panel Ban penting karena "pemerintah Sri Lanka tidak serius menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia pada waktu perang". Ia mengharapkan panel itu akan menghasilkan "peta jalan bagi penyelidikan internasional".
Hicks mendesak Ban untuk tidak membuang waktu bagi panel itu untuk bekerja.
"Penting bahwa tidak akan ada penangguhan lagi," tegasnya.
Pemerintah Sri Lanka membantah kejahatan perang telah terjadi, tapi kelompok-kelompok HAM menyatakan bahwa keduanya, pemerintah dan Macan Tamil, terbukti telah melakukan pelanggaran HAM yang menyebabkan sejumlah besar kematian warga sipil.
Menurut Nesirky, panel itu bukan badan penyelidikan resmi dan mereka diberi waktu empat bulan untuk merampungkan tugas.
Jika panel tersebut memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Sri Lanka untuk mewawancarai saksi dan melakukan riset, itu akan membutuhkan izin dari pemerintah, kata Nesirky.
Bulan lalu, Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse menunjuk komisi yang terdiri atas delapan orang untuk memeriksa tujuh tahun terakhir dari perang itu.