REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wacana pemberian hak pilih bagi TNI terus bergulir. Syarat seandainya TNI memperoleh hak pilihnya perlu dibarengi dengan syarat yang lebih ketat bagi mereka. Ide tersebut diutarakan Golkar dan PKS. Wasekjen Partai Golkar, Nurul Arifin, mengatakan, hak pilih dimiliki oleh setiap warga negara.
Tetapi pemberian hak pilih perlu dibarengi dengan syarat yang lebih ketat. Sebagai contoh, Nurul mengambil praktik hak pilih TNI di Filipina. ''Di sana mereka memilih lebih dulu dari sipil,'' katanya, Jumat (25/6), dalam diskusi bertajuk 'Menyoal Hak Pilih TNI' di gedung DPR. Nurul mengusulkan pula agar TNI nantinya tidak boleh berkampanye bagi partai dalam pemilu.
Terkait kapan waktu yang tepat bagi TNI untuk memilih, Golkar menyerahkannya pada TNI. Pada pemilu 2014 atau baru pada 2019 Golkar tidak berkeberatan. ''Kami tidak larang, kami dukung itu kapan pun, karena pertaruhannya bukan di partai tapi di TNI sendiri,'' tuturnya.
Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik PKS, Agus Poernomo, memberi usulan syarat yang tidak jauh berbeda dengan Golkar. ''Jadi TNI memilih lebih dahulu, memilih di luar tangsi, dan tidak boleh menjadi saksi,'' papar Agus, memberi contoh usulan persyaratan bagi hak pilih TNI. Selain itu TNI juga dapat diusulkan tidak boleh membawa senjata api dan tajam saat menyontreng, hingga akses langsung ke atasan seandainya terjadi sengketa pemilu.
Alasan PKS memberi restu hak pilih bagi TNI bersumber dari ratifikasi kovenan tentang hak politik dan sipil. Ratifikasi yang telah diadopsi dalam bentuk UU No 12 Tahun 2005 itu mengatakan seseorang tidak boleh dibatasi hak politik hanya karena profesinya.
Pemberian hak pilih bagi TNI juga bagian dari pelatihan atas politik kepercayaan ke publik. Karena itu PKS menyetujui hak pilih dengan syarat pemberian batasan agar tidak terjadi penyalahgunaan di tiga titik paling rawan pemilu, yaitu kampanye, pencoblosan, dan rekapitulasi penghitungan suara.
Bertolak belakang dengan Golkar dan PKS, dua partai baru menolak pemberian hak pilih. Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menilai, yang terpenting bagi TNI adalah peningkatan kesejahteraan terlebih dahulu. Pemberian hak pilih dikuatirkan berdampak terhadap stabilitas negara. ''Untuk sementara kami tetap pada kondisi sekarang,'' kata dia.
Kecemasan Gerindra berpaku pada pemikiran tidak adanya elemen negara yang dapat netral menjaga kestabilan bila terjadi kekisruhan politik di masyarakat sipil. Muzani kemudian mempertanyakan siapa yang bisa menyelamatkan negara saat situasi politik tidak stabil karena pemilu.
Ketua Fraksi Hanura, Abdillah Ahmad Fauzi, menyatakan ketidaksetujuan partainya pula atas usul hak pilih TNI. Kekuatiran atas keberpihakan TNI pada satu partai tertentu dikatakan Abdillah tidak ada. ''Ini masalah persatuan kesatuan bangsa saja. Kita butuh negara yang aman tenteram.''