REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Koalisi Pemantau Peradilan meminta presiden mempercepat proses seleksi bagi anggota Komisi Yudisial (KY). Keberadaan KY pasalnya sangat strategis untuk memberantas mafia hukum di sektor peradilan.
Dalam waktu 36 hari, terhitung sejak Ahad (27/6), usia komisioner jilid satu KY akan segera berakhir. Di sisi lain, persiapan untuk menghasilkan pengganti komisioner jilid satu belum berjalan maksimal.
Direktur Operasional Indonesia Legal Roundtable, Asep Rahmat Fajar, mengatakan menurut UU No 22 Tahun 2004 tentang KY dibutuhkan setidaknya enam bulan untuk menyeleksi calon komisioner KY. ''Karena itu presiden dan panitia seleksi KY harus cepat mengejar keterlambatan proses seleksi,'' ujarnya, Ahad (27/6).
Keterlambatan ini dipandang Koalisi Pemantau Peradilan, yang terdiri dari Indonesia Legal Roundtable, Indonesia Corruption Watch, Masyarakat Transparansi Indonesia, hingga Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, mengancam praktik peradilan yang sehat di Tanah Air. Terlebih selama lima tahun belakangan kinerja KY terbilang tidak mengecewakan. Sejumlah kasus mafia peradilan berhasil diungkapnya. Ketidakseriusan membangun KY pun sama dengan ketidakseriusan negara memerangi mafia hukum.
Asep menjelaskan, seharusnya panitia seleksi sudah terbentuk dari Februari lalu. Kenyataannya panitia baru terbentuk 23 April ini melalui Keputusan Presiden No 5 Tahun 2010. Dalam rentang waktu yang begitu singkat Asep melihat panmitia seleksi akan kesulitan melakukan proses tepat waktu.
Bukan tidak mungkin ada tahapan yang diabaikan demi memaksa selesai sesuai waktunya. Anggaran bagi kerja sebesar Rp 6 miliar yang tak kunjung turun juga mengkhawatirkan. ''Dua bulan panitia bekerja, anggaran belum juga diturunkan,'' sambungnya.
Tanpa anggaran otomatis panitia seleksi tidak bisa bekerja. Panitia seleksi KY kemudian tampak seperti anak tiri, beda dengan panitia seleksi KPK. Padahal, menurut Asep, anggaran yang diajukan panitia KY sudah lebih dulu masuk dibanding panitia KPK.
Asep berujar, panitia seleksi KY hanya dipimpin seorang direktur jenderal di kementerian. Sedang panitia KPK dipimpin langsung oleh Menteri Hukum dan HAM, Partialis Akbar. Dua indikator itu lantas disimpulkan Koalisi Pemantau Peradilan sebagai patokan ketidakseriusan pemerintah dengan KY.
''Atas kelalaian pemerintah, DPR hendaknya memanggil dan meminta pertanggungjawaban presiden,'' tegasnya. DPR patut turut mengawasi berjalannya seleksi anggota KY, sebab DPR memiliki fungsi pengawasan. Koalisi Pemantau Peradilan juga meminta panitia seleksi bekerja dalam suasana yang inovatif, tanpa mengurangi kualitas seleksi, demi menjaring komisioner jilid dua KY.