Selasa 29 Jun 2010 00:12 WIB

Israel Gunakan Peluru yang Dilarang Konvensi Jenewa

Rep: Agung Sasongko/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Prajurit tempur pasukan pertahanan Israel (IDF)
Foto: DOVER.IDF.IL
Prajurit tempur pasukan pertahanan Israel (IDF)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Salah seorang relawan Medical Emergency Rescue Committe (Mer-C), Dr. Arief Rachman membenarkan peluru yang digunakan tentara Israel melanggar konvensi Jenewa. Menurutnya, bekas luka korban yang ditembak tentara Israel begitu mematikan.

"Luka yang saya lihat dari korban penembakan ini sangat besar. Diameter ketika peluru masuk dengan peluru keluar berbeda," kata dia saat memberikan keterangan kepada Tim Pengacara Muslim dalam Sidang Terbuka "Tim Pengacara Muslim" (TPM) yang diperluas di Jakarta, Senin (28/6).

Namun, Arief menyayangkan bukti itu belumlah diperiksa lantaran sudah diambil oleh pihak Kementerian Luar Negeri. Peluru itu berasal dar tubuh Surya Fachrizal dalam sebuah operasi yang berlangsung di Rumah Sakit Gatot Subroto, Jakarta beberapa waktu lalu.

Arief juga mengatakan peluru tersebut sejatinya bakal menjadi bukti dalam bahan pelaporan pihak Mer-C kepada Dewan HAM PBB. Karena itu, ia meminta Tim Pengacara Muslim untuk meminta keterangan pihak Kementerian Luar Negeri.

Sebagai informasi, penyerangan Israel terhadap Kapal Mavi Marmara diduga relawan MER-C menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti gas yang mengandung arsenik. Dari sejumlah pemeriksaan terhadap relawan yang terlebih dahulu tiba, ditemukan kandungan gas Arsenik yang melebihi batas normal.

Bukti Penting

Bukti proyektil peluru tentara zionis Israel, kini berada di Kementerian Luar Negeri. Bukti itu dinilai penting guna menjadi bahan laporan kepada Dewan HAM PBB (United Nation of Human Right Council).

Keterangan itu diperoleh TPM usai dr. Arief Rachman, Tim Dokter Medical Emergency Rescue Committe saat memberikan keterangan terkait bukti proyektil peluru. Menurut dr. Arief, ketika Surya tiba di RS King Hussein Medical City, Amman, Yordania, ia menjalani rangkaian operasi.

Namun, kata Arief, pihak dokter di Amman, tidak mendokumentasikan keseluruhan operasi. "Ketika saya melihat hasil operasi, saya melihat terdapat jahitan dari dada bagian atas hingga tulang kemaluan, sayangnya bagian ini tidak dipublikasi," kata Arief.

Ia melanjutkan, setelah tiba di Indonesia, beberapa waktu lalu. Surya kembali menjalani  operasi. Saat itu, kata Arief, Surya mengatakan proyektil peluru yang ada dalam tubuhnya kini berada di tangan Kementerian Luar Negeri.

Soal operasi pengeluaran peluru itu, Surya mengaku, dia tidak menandatangi satu dokumen pun."Surya berkata kepada saya, tidak ada penandatangan berita keterangan tentang peluru," tegasnya.

Sebagai informasi, pihak MER-C berencana melaporkan kekejaman penyerangan Israel kepada relawan kemanusiaan yang berada dalam kapal Mavi Marmara kepada Dewan HAM PBB. Langkah ini dilakukan Mer-C sebagai bagian dari usaha untuk membuka blokade Israel terhadap Gaza melalui PBB.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement