REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Badan Pengawas Pemilu merekomendasikan pemberhentian anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati, secara tidak hormat karena diduga melakukan sejumlah pelanggaran kode etik. ''Merekomendasikan pemberhentian saudara Andi Nurpati secara tidak hormat,'' kata Ketua Bawaslu, Hidayat Nur Sardini, saat membacakan uraian dugaan pelanggaran kode etik tersebut dalam sidang Dewan Kehormatan KPU di Jakarta, Selasa (29/6).
Hidayat menjelaskan, dua kasus yang melibatkan Andi Nurpati yaitu berkaitan dengan pemilukada Tolitoli dan keterlibatan Andi dalam partai politik sebagai pengurus. Soal pemilukada, Andi diduga melakukan pelanggaran kode etik dan bertanggung jawab terhadap keluarnya surat KPU Nomor 320 pada 26 Mei 2010 sebagai respon kondisi di Tolitoli karena adanya pasangan calon wakil bupati yang meninggal dunia yakni Amiruddin Nua, yang berpasangan dengan calon bupati Aziz Bestari.
Dalam surat tersebut, KPU menyatakan calon yang pasangannya meninggal dunia tetap maju dalam pemilukada. Isi surat ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pasal 63 ayat 2 UU 32/2004 menyebutkan bahwa dalam hal salah satu atau pasangan calon meninggal dunia pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat dua pasangan calon atau lebih, maka tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan pasangan calon yang meninggal dunia tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur. Tidak lama kemudian, KPU mengeluarkan surat Nomor 324 tertanggal 29 Mei, yang menyatakan mencabut surat KPU Nomor 320.
Sementara terkait dengan masuknya Andi sebagai pengurus Partai Demokrat, Andi diduga melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. UU 22/2007 mengatur syarat sebagai anggota KPU yaitu tidak menjadi anggota partai politik. Hidayat menjelaskan, perbuatan Andi Nurpati itu adalah bentuk pelanggaran kode etik dan sumpah jabatan anggota KPU.