REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–Selain mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza mahendra, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mempertanyakan legalitas Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung. Alasannya, sejak Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Kedua terbentuk, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum pernah menerbitlklan surat keputusan (SK) pengangkatan Hendarman sebagai Jaksa Agung. “Karena tidak ada SK tersebut, kebijakan-kebijakan yang diambil selama ini bisa dibilang cacat hukum,” kata Wakil Koordinator ICW, Emerson Yuntho, saat dihubungi, Kamis (1/7).
Menururut Emerson jika Presiden mengangkat lagi Hendarman sebagai Jaksa Agung pada masa Pemerintahan KIB Kedua, maka Hendarman harus memilki SK yang baru. Berdasarkan informasi ICW, hingga kini SBY tidak pernah menerbitkan SK untuk Hendarman tersebut. Emerson mencontohkan, kebijakan atau keputusan Hendarman yang cacat hukum, termasuk pengangkatan Jaksa Agung Muda (JAM) atau surat-surat penting seperti penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atau surat keputusan penghentian penuntutan (SKPP).
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, melihat masalah legalitas Hendarman lantaran hal tersebut tidak diatur dalam UU No 14 tahun 2004 tentang Kejaksaan. UU Kejaksaan, kata Nasir, tidak mengatur masa kepemimpinan Jaksa Agung. Karenannya, selama ini masa kepemimpinan Jaksa Agung mengikuti masa kepemimpinan Presiden. “Jaksa Agung tidak bisa dipersalahkan tapi mempermasalahkan legaliitas Hendarman juga tidak salah,” tambah Nasir.