REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil IzaJaksa Agung, Darmono mengatakan tak selamanya kebijakan yang dikeluarkan penyelenggara negara tak bisa dipidanakan. Hal ini dikatakan Darmono menjawab pernyataan tersangka Sisminbakum, Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan bahwa pelaksanaan Sisminbakum adalah kebijakan dan tak bisa dipidanakan.
"Kebijakan adalah hak penyelenggara negara. Tapi kalau kebijakan ada unsur pidana, melawan hukum, atau menimbulkan kerugian negara bisa dipidanakan," kata Darmono di Kejaksaan Agung, Jumat (2/7)
Kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) bermula dari Kebijakan Departemen Hukum dan HAM saat Yusril menjabat sebagai Menteri tahun 2000 lalu untuk mengadakan sistem pendaftaran Badan Hukum secara online. Kerjasama ini dilakukan dengan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) yang mendanai seluruh biaya operasional.
Para pemohon perizinan Badan Hukum ditariki Access Fee sebesar Rp 1.350.000 dari sistem itu. Uang tersebut kemudian dibagi 90 persen banding 10 persen antara PT SRD dengan Koperasi Pengayoman Pegawaai Departemen Kehakiman (KPPDK). Hal ini ditengarai ilegal oleh kejaksaan karena hasil Access Fee semestinya adalah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus disetor ke negara. Jumlah Access Fee yang terkumpul selama pelaksanaan Sisminbakum diperkirakan Rp 420 miliar.
Kenapa BI Tidak
Yusril menilai pelaksanaan Sisminbakum ini adalah kebijakan Depkumham menyusul kebutuhan percepatan perizinan badan usaha untuk perbaikan ekonomi Indonesia. Karena itu, dalam hemat Yusril, ia tak bisa dipidana karena mengeluarkan kebijakan tersebut.
"Saya kan hanya mengeluarkan kebijakan. Selama saya jadi menteri, tak pernah Sisminbakum dinyatakan sebagai PNBP. Lagipula, kalau kebijakan saya bisa dipidanakan, kenapa kebijakan BI dalam kasus BLBI dan Bank Century tak dipidanakan juga?" ujar Yusril saat dihubungi Republika.
Yusril ditetapkan sebagai tersangka kasus Sisminbakum bersama-sama dengan kuasa pemegang saham PT SRD, Hartono Tanoesoedibyo. Mereka ditetapkan sebagai tersangka sejak 25 Juni lalu.