Selasa 06 Jul 2010 21:37 WIB

Uni Eropa Hentikan Konsesi Dagang dengan Sri Lanka Akibat Isu HAM

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Mahinda Rajapaksa, Presiden Sri Lanka
Foto: AP PHOTO
Mahinda Rajapaksa, Presiden Sri Lanka

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL--Uni Eropa akhirnya memutuskan untuk menghentikan akses khusus perdagangan Sri Lanka ke pasar Eropa setelah negara Asia Tengah itu dinilai gagal meningkatkan catatan hak asasinya. Konsensi akan dihentikan sementara pada 15 Agustus setelah negara yang tercabik perang itu dianggap menolak mengimplentasikan konvensi hak asasi manusia.

Kesepakatan, yang dikenal sebagai GSP Plus, memberikan keuntungan dagang bagi 16 negara berkembang sebagai balasan atas komitmen terhadap sejumlah hal, salah satunya hak asasi. Pejabat Sri Lanka mengatakan tuntutan itu merupakan bentuk campur tangan urusan dalam negeri mereka.

Bulan lalu, pemerintah mengatakan permintaan untuk investigas adalah penghinaan terhadap Sri Lanka dan karena itu harus dibuang ke tempat sampah.

Pemerintah Sri Lanka telah menghadapi tudingan berulang tentang pelanggaran hak asasi yang dilakukan selama perang sipil melawan pemberontak Macan Tamil, yang dimenangkan oleh militer pada 2009. UE, khususnya mengkritik dugaan pelanggaran hak asasi itu pada tahap akhir peperangan.

Industri Garmen

Langkah UE keluar setelah pemerintah Sri Langka menolak melakukan janji tertulis atas kemajuan tiga poin hak asasi manusia sesuai yang diatur Konvensi Jenewa, yang meliputi penghapusan penyiksaan, pemberian hak terhadap anak dan hak politik.

Kami sangat menyesali pilihan Sri Lanka untuk tak mengambil tawaran yang dibuat berdasar keyakinan baik sejalan dengan komitmen UE terhadap agenda hak asasi secara global," demikian ujar kepala urusan luar negeri UE, Catherine Ashton, dalam sebuah pernyataan.

Banyak pengamat menilai pemutusan UE mungkin tidak akan memberi tiupan keras terhadap pemerintahan, namun jelas akan menghantam keras sektor bisnis. Industri tekstil dan pakaian Sri Lanka yang paling terkena dampak besar, mengingat negara itu menikmati potongan pajak besar dalam penjualan ke ritel-ritel Eropa.

UE pun mengatakan masih terbuka dengan pembicaraan di masa depan. Namun, lembaga itu juga menekankan, perbincangan akan bergantung dengan komitmen negara kepulauan itu apakah mau sejalan dan bekerjasama dengan UE.

President Mahinda Rajaspaksa, yang sering membantah kritik dari luar, menganggap enteng keputusan itu dengan mengatakan mereka tak butuh konsensi. "Jika UE tidak ingin memberikan, biarkan saja mereka simpan. Saya tak menginginkannya. Kami telah pergi dan menjelaskan apa yang telah kami lakukan.

Sebaga catatan ekspor Sri Lanka ke EU selama ini total mencapai 1,55 milyar dolar (atau sekitar Rp 96 triliun)

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement