Selasa 06 Jul 2010 22:38 WIB

'Saya Kuliah untuk Membangun Desa'

Rep: Sunaryo Adhiatmoko/ Red: irf
ILUSTRASI
Foto: Tahta/Republika
ILUSTRASI

REPUBLIKA.CO.ID, DONGGALA--Awal Juli ini, pemerintah memutuskan tarif dasar listrik (TDL) naik. Mendadak, saya ingat pada Sudirman. Lulusan Sarjana Tek nik yang memilih tinggal di lereng Gunung Kawere-were, Palolo, Donggala, Sulawesi Tengah. Dengan pengetahuan sebagai sarjana teknik, ia membangun peradaban tanah leluhurnya, melalui teknologi mikrohidro. Jika ma lam, satu kampung di Kawere-were yang jauh dari akses peradaban modern, terang bak kunang berkelip di malam hari.

Kawere-were, kawasan perbukitan yang dikepung hutan belantara dan perkebunan coklat. Untuk menuju daerah itu, hanya dapat dilalui dengan motor, itu pun, jika cuaca tidak hujan. Sebagian warga, bahkan berjalan kaki melintas jalan setapak yang menanjak sekitar lima kilometer. “Kalau nunggu pemerintah, entah tahun berapa listrik sampai di sini,” terang Sudirman dua tahun lalu, di pondoknya yang berbentuk rumah panggung.

“Saya kuliah memang sudah niat untuk membangun desa,” tandasnya. Di masyarakat, sudirman dikenal pemuda yang kreatif. Ia gemar utakatik alat elektronik dan belajar hal-hal baru yang terkait teknologi. Meski punya kemampuan seperti itu, Sudirman tak tertarik hidup di kota. Justru dengan keahliannya, ia ingin membangun desa. “Sayang dukungan pemerintah kurang untuk membuat program seperti ini. Malah tak jarang dipersulit,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, listrik yang diba ngun dengan modal sendiri itu sangat bermanfaat bagi masyarakat. Namun, dari pemerintah desa kadang dimintai pajak desa. Padahal, kalau warga membayar Rp 5000 per bulan, itu untuk biaya perawatan dan pembelian kabel listrik.