REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Menteri Agama (Menag), Suryadharma Ali, memimpin upacara kenegaraan dalam pemakaman KH Idham Chalid, mantan Ketua DPR/MPR dan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yang dimulai sekitar pukul 12.00 WIB. Para pelayat termasuk ulama dan anak-anak yatim turut mengantarkan kepergian almarhum KH Idham Chalid ke tempat peristirahatan terakhir di kompleks Pondok Pesantren Darul Quran di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Senin.
Suryadharma Ali dalam sambutannya atas nama negara menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya KH Idham Chalid. Ia juga meminta seluruh warga untuk turut mendoakan agar almarhum mendapat tempat yang layak di sisi Allah. "Banyak hal-hal yang telah diperbuat almarhum semasa hidupnya yang bisa dijadikan suri tauladan bagi kita yang masih hidup," katanya. Upacara kenegaraan ini, lanjut dia, dilakukan untuk menghormati jasa-jasa almarhum.
Hadir pada upacara tersebut di antaranya Bupati Bogor Rahmat Yasin serta para ulama termasuk KH Didin Hafiduddin dan KH Syukron Makmun, salah seorang murid KH Idham Chalid.
Sementara itu, Bupati Bogor, Rahmat Yasin, yang memberikan sambutan atas nama keluarga almarhum mengucapkan terima kasih atas bantuan semua pihak dalam proses pemakaman almarhum.
KH Idham Chalid wafat di usia 88 tahun pada Minggu (11/7) pukul 08.00 WIB di kediamannya di kawasan pendidikan Darrul Maarif, Cipete, Jakarta Selatan, karena sakit yang diderita selama 10 tahun terakhir.
Idham Chalid lahir di Setui, Kalimantan Selatan pada 27 Agustus 1922. Ia adalah tokoh agama, tokoh bangsa, dan tokoh organisasi besar Islam Nahdlatul Ulama dan juga deklarator sekaligus pemimpin Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sebelum meninggal, almarhum pernah bernazar ingin dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Darul Quran di Cisarua, Bogor. Pesantren sederhana tersebut didirikan KH Idham Chalid pada tahun 1969.
Warga yang mengikuti jalannya upacara pemakaman terpaksa berdesak-desakan karena area pemakaman di kompleks tersebut relatif sempit hanya seluas 100 meter persegi.
Sebagian anak-anak yatim yang menghuni asrama di pondok pesantren tersebut menyaksikan jalannya pemakaman dari depan kamar mereka karena jarak antara asrama dengan area pemakaman sangat dekat dan hanya dibatasi oleh pagar.