REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Indonesian Corruption Watch (ICW) hanya akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait laporan 'rekening gemuk' jendral polisi. Hal tersebut diungkapkan salah satu aktivis ICW, Adnan Topan Husodo.
Menurut Adnan, langkah tersebut harus ditempuh ICW karena ketidakyakinan mereka pada independensi penyidik polisi. "Kami tidak yakin mereka mampu obyektif dalam menangani kasus yang menjerat para atasannya. Karenanya, kami hanya akan melapor ke KPK," ujar Adnan ketika dijumpai Republika di Rumah Sakit Asri, Duren Tiga, Selasa (13/7).
Adnan mengungkapkan, usahanya itu bukanlah bagian untuk mendeskreditkan institusi kepolisian. "Usaha kami ini bukan untuk menjerat institusi kepolisian. Sebaliknya, kami ingin memperjuangkan reformasi di tubuh polisi," katanya.
Adnan menegaskan, laporan ICW tak akan terganggu sekalipun salah satu anggotanya, Tama Satya Langkun, mengalami tindak penganiayaan dari orang tidak dikenal. "Kami akan jalan terus dengan usaha pemberantasan korupsi," tambahnya.
Selain Tama, Adnan mengakui beberapa aktivis ICW juga mengalami teror dari orang tidak dikenal. Khusus hal itu, ICW akan berkoordinasi dengan aparat polisi. "Kami juga telah meminta perlindungan bagi beberapa aktivis kami yang mendapat ancaman," katanya.
Senada dengan Adnan, Tama Satya Langkun, aktivis ICW yang menjadi korban penganiayaan, mengaku akan terus memperjuangkan laporannya terkait 'rekening gemuk' jendral polisi. "Saya akan terus bekerja demi kepentingan pemberantasan korupsi," katanya.
Terkait dengan ancaman yang menimpanya, Tama akan meminta perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Rencananya hari ini, Selasa (13/7), Tama--yang diwakilkan oleh ICW--akan mendatangi kantor LPSK untuk meminta perlindungan.
Selain ke LPSK, Tama juga akan meminta bantuan hukum dari LBH Jakarta. Ini sebagai usaha mempercepat proses pengungkapan kasus penganiayaan yang menimpanya.