REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kejaksaan membuka sejumlah alasan baru terkait penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah. Hal ini disampaikan dalam pembacaan Memori Peninjauan Kembali atas pembatalan SKPP di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/7).
Di antara alasan tersebut, jaksa berpendapat kalau kasus tersebut dilimpahkan ke pengadilan, hakim tetap akan membebaskan Bibit-Chandra. Pasalnya, menurut pihak kejaksaan, saat penuntut umum meneliti berkas perkara Bibit-Chandra yang sudah dinyatakan lengkap, ternyata perkara tersebut tidak layak dilimpahkan kepengadilan.
"Jika harus melimpahkan perkara ke pengadilan terhadap materi perkara yang sudah diketahui bahwa pengadilan akan memutus bebas atau lepas dari segala tuntutan, akan bertentangan dengan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan," baca pihak pemohon dari Kejaksaan Agung (Kejakgung).
Sementara, alasan kedua yang baru dikeluarkan kejaksaan adalah bahwa salah satu sangkaan mereka atas penyalahgunaan wewenang oleh Bibit-Chandra ternyata keliru. Kejaksaan mengatakan bahwa keduanya ternyata mengeluarkan surat cekal terhadap Anggoro Widjoyo dan Joko S Chandra bukan karena menerima uang dari Anggodo melalui Ari Muladi.
Selain itu, dalam memori PK, pihak kejaksaan mengatakan bahwa mereka memiliki fakta baru bahwa Anggodo Widjoyo, yang mengajukan praperadilan pembatalan SKPP Bibit-Chandra ternyata tak memiliki legal standing. Fakta tersebut adalah bahwa dalam perkara Bibit-Chandra, Anggodo adalah saksi dan bukannya korban. Terlebih lagi, Anggodo yang diduga mencoba menyuap Bibit-Chandra saat ini berstatus terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa juga menyorot lagi kekeliruan yang mereka nilai dilakukan hakim saat mengabulkan praperadilan SKPP di PN Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi DKI. Menurut mereka, berbeda dengan pendapat hakim, perkara yang sudah dinyatakan lengkap berkasnya masih bisa dihentikan penuntutannya.
Atas memori banding ini, kuasa hukum Anggodo yang juga hadir di persidangan menganggap banyak asumsi jaksa yang keliru. Dari itu, mereka meminta waktu sepekan untuk membacakan tanggapan.
Pihak kejaksaan dalam pembacaan memori banding ini diwakili oleh Yuni Daru, Adhi Prabowo, Rhein Singal, Fachrizal, dan Husin. Sidang dipimpin oleh hakim Prasetyo Ibnu Asmara.
Kasus ini bermula dari dugaan suap yang diterima pimpinan KPK dari Anggodo, adik dari tersangka kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu Departemen Kehutanan, Anggoro Widjaya, 2009 lalu. Bibit-Chandra, pimpinan KPK, yang menangani kasus itu diduga menerima uang untuk memudahkan tersangka Anggoro. Sangkaan ini kemudian di hentikan penuntutannya oleh Kejakgung.
Anggodo kemudian mengajukan praperadilan atas penghentian tuntutan. Praperadilan ini dikabulkan PN Jakarta Selatan, dan dikuatkan PT DKI, Juni lalu. Atas pembatalan SKPP inilah kejaksaan mengajukan PK.