REPUBLIKA.CO.ID, MURFREESBORO--Kontroversi seputar pendirian sebuah masjid di selatan kota Murfreesboro, Tennesse, AS telah menghadirkan sekitar 1.000 orang pengunjuk rasa di plaza tengah kota pada 14 Juli lalu, demikian menurut keterangan polisi setempat. Satu kelompok dengan lebih sedikit pendemo membawa petisi ke pengadilan wilayah. Menurut jurubicara kelompok itu ada 20 ribu nama yang menolak pembangunan masjid.
Namun mayoritas massa telah menunggu di sisi berlawanan. Mereka membawa poster-poster dan spanduk berisi, "I Love my Muslim neighbours" (Saya cinta tetangga Muslim saya) dan "Freedom of religion" (kebebasan beragama).
Walikota Murfreesboro, Ernest Burgess, menerima dua petisi tersebut. Kedua pihak pun tak banyak bersuara kurang dari dua jam di bawah terik siang hari. Akhirnya, walikota menyatakan pejabat tidak akan menghentikan pendirian masjid. Ia pun meyakini demonstrasi akbar pada Rabu itu tak akan mempengaruhi citra Rutherford baik buruk atau pun baik.
"Ini adalah dua pandangan yang bertentangan," kata Burgess. "Ini adalah debat yang sehat. Saya menilai peristiwa ini tidak akan mempengaruhi reputasi wilayah."
Namun, penasehat fakultas dari Asosiasi Mahasiswa Muslim di Universitas Negara Tennesse Tengah, menyatakan sentimen anti-Muslim yang diekspresikan selama unjuk rasa membuat orang meyakini bahwa wilayah itu tidaklah ramah dan terbuka.
"Situasi ini dapat melemahkan semangat siswa Muslim sekaligus anggota fakultas untuk memilih universitas ini sebagai tempat pendidikan mereka atau sebagai tempat kerja," ujar seorang guru besar bidang teknik, Saleh M.Sbenaty.
Mereka yang menentang pendirian pusat Islami di kawasan tersebut mencemaskan kemacetan yang mungkin terjadi dan merasa persetujun masjid dipercepat akibat sikap pemerintah yang dinilai berpihak. Namun toh ada pula yang mengenakan kasus dengan kata "Infidel" (kafir), bahasa yang kerap dilontarkan ekstrimis Muslim untuk menyebut pemeluk Kristen dan Amerika. Seorang wanita juga membawa poster berbunyi "Stop TN homegrown terrorism".
Menghadang Ekstremisme
Bentrok tanpa kekerasan itu menjadi bagian rasa sakit yang bertumbuh akibat perbedaan di komunitas yang dulu sebagian besar berkulit putih, demikian ungkap seorang asisten profesor bidang kajian keagamaan, Richard McGregor dari Vanderbilt University. Ia menyatakan Islam di penjuru dunia terbagi antara kelompok mayoritas dan presentase kecil jihadis, yang meyakini perlu kekerasan dalam beragama.
Fenomena di Abang Sam, para jihadis mulai menggunakan internet untuk mencoba merekrut Muslim Amerika dalam gerakan mereka. Demi alasan itu, imbuh dia, masjid kampus ingin memperluas area dan program pendidikan agar kaum muda Muslim terhindar dari ekstrimis.
"Lebih baik belajar dari guru berdarah segar, katakanlah di Murfreesboro, ketimbang dengan orang-orang tidak jelas di Web," ujarnya. "Cara itu akan menghasilkan sikap lebih transparan dan moderat," imbuhnya.
Sementara, juru bicara Kebebasan Beragama di Tennesse Tengah, Claire Rogers, mengatakan demo tandingan terhadap kelompok penentang masjid dilakukan demi menunjukkan pada masyarakat bahwa warga Tennesse menginginkan komunitas berbasis toleransi. "Kami di sini untuk mendukung tetangga kami. Kami lihat ada alasan mengada-ada dari mereka yang menentang masjid dan itu mungkin Islamofobia," ujarnya.