Jumat 16 Jul 2010 21:26 WIB

Tak Ada Lagi Istilah Islam Radikal dalam Pidato Obama

Red: irf
Barack Obama
Foto: ap
Barack Obama

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Rumusan kata menjadi sangat penting. Apa lagi jika akhirnya melahirkan stigma dan salah paham terhadap suatu agama. Perhatian besar kini diarahkan Pemerintah AS terhadap masalah tersebut. Mereka berupaya untuk tak lagi menggunakan istilah Islam radikal dalam seluruh pidato resmi.

Presiden Barack Obama beralasan, persoalan kata ini sangat penting. Sebab, dengan menggunakan kata-kata atau rangkaian kalimat yang mengaitkan Islam dengan ancaman teror justru akan menguntungkan propaganda yang telah dilakukan kelompok-kelompok yang melakukan kekerasan. Sebaliknya, akan mengalienasi Muslim moderat di AS.

Melalui National Security Strategy pada Mei lalu, sejumlah pejabat AS mengungkapkan perubahan diperlukan untuk menghentikan langkah kelompok Alqaidah. Selama ini, kata mereka, pemimpin kelompok teror itu menggunakan dan memanfaatkan persepsi yang salah.

Para pemimpin kelompok itu menganggap dirinya se bagai pemimpin agama yang mempertahankan kesucian agamanya.

"Namun pada dasarnya, mereka bukanlah seperti yang mereka anggap," kata John Brennan, seorang pejabat yang menangani masalah kontraterorisme, seperti dikutip Arab News, Selasa (13/7). Brennan mengatakan, menggambarkan kelompok kelompok seperti Alqaidah dengan menggunakan term atau istilah yang mengacu pada agama, melahirkan anggapan bahwa AS melakukan perang terhadap Islam.

"Kami tak akan pernah berperang terhadap Islam. Sebab Islam, seperti keyakinan lainnya telah menjadi bagian dari Amerika," ujarnya. Dalam hal ini, Brennan juga menegaskan bahwa menggambarkan musuh sebagai Islamis akan mela hirkan hal yang kontraproduktif.

Larry Korb, seorang analis militer di Center for American Progress, mengungkapkan, langkah untuk tak mengaitkan Islam dengan terorisme merupakan hal yang penting. "Sekali Anda mengusik hal yang berkaitan dengan agama, pada dasarnya Anda telah mengatakan bahwa hal itu, dalam hal ini terorisme, disebabkan agama." Korb menegaskan bahwa sebagian besar Muslim tak memiliki kaitan dengan kegiatan terorisme. "Jika Anda menggunakan istilah teroris Islam maka akan menyebabkan masalah yang lebih besar. Anda tentu tak ingin menyatakan bahwa perang terhadap terorisme merupakan perang terhadap dunia Islam," katanya.

Komandan pasukan AS di Afghanistan, Jenderal David Petraeus, menulis dalam sebuah panduan manual pada 2006, saat pemerintahan George W Bush. Ia melahirkan istilah-istilah Islamic insurgents, Islamic extremists, dan Islamic subversives. Namun kini, Jenderal James Mattis yang memegang komando, tak menggunakan kata itu.

Mattis bertanggung jawab atas operasi militer di Afghanistan dan Pakistan. Juga di Timur Tengah. Ia mengatakan, akan menyebut kelompok teroris hanya sebagai musuh dan tak mengaitkannya dengan agama manapun termasuk Islam. "Ini adalah musuh, yang telah membunuh Muslim, Yahudi, Kristen, atau Hindu," katanya.

Dalam sebuah laporan yang diperoleh Associated Press, para pakar kontraterorisme mendesak diplomasi AS untuk membedakan secara tajam antara keyakinan Muslim dan mereka yang melakukan gerakan teror. AS harus mampu menyuarakan lebih banyak kelompok-kelompok Muslim yang menentang pelaku teror. Dengan demikian langkah memerangi terorisme bisa berjalan baik.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement