REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut bahwa Daerah Otonom Baru yang kurang berhasil mencapai 80 persen, dari 205 DOB yang ada sejak 199. Pernyataan disampaikan Presiden dalam Rapat Konsultasi bersama pimpinan DPR di Istana Negara pada awal pekan lalu. Pernyataan Presiden tentang jumlah DOB yang kurang berhasil ini menimbulkan polemik di DPR karena dianggap terlalu tinggi.
"Pernyataan Presiden ditujukan kepada 57 Daerah Otonom Baru yang baru dibentuk tiga tahun belakangan ini yang mengindikasikan 80 persen daerah baru itu mengalami berbagai masalah," kata Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Vernando Wanggai, Senin (19/7).
UU No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan revisinya, yakni UU No 32/2004, telah memberikan ruang bagi kehadiran satuan-satuan pemerintahan baru, yaitu provinsi, kabupaten dan kota. Sejak 1999, satuan pemerintahan baru itu telah mencapai 205 daerah, yang terdiri atas 7 propinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota.
Sebanyak 80 persen dari 57 DOB yang kurang berhasil itu disebabkan berbagai masalah, antara lain pengalihan Personil, peralatan, pembiayaan dan dokumen (P3D) yang belum terlaksana dengan baik; pengadaan pembangunan sarana dan prasarana yang belum memadai; pelayanan publik yang belum optimal; belum selesainya penetapan batas wilayah; dan belum selesainya dokumen Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW).
"Perlu ditegaskan bahwa pemerintah selalu memberikan perhatian berupa kebijakan bantuan teknis untuk membenahi perangkat organisasi daerah, penyelesaian dokumen perencanaan, maupun konsistensi pengalokasian dana-dana perimbangan ke daerah-daerah tersebut," kata Velix.
Pemerintah, kata Velix, ingin menegaskan kembali, kebijakan pemekaran wilayah di masa mendatang harus diletakkan dalam tiga konteks, yakni integrasi nasional, akselerasi pembangunan ekonomi, dan peningkatan kualitas pelayanan publik.