REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (TUN) DKI Jakarta nonaktif, Ibrahim, dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Menuntut agar hakim memutuskan terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana 12 tahun, denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan," ujar JPU Jaya P Sitompul di Pengadilan Tipikor, Senin (19/7). Ibrahim terjerat hukuman dalam dakwaan primernya.
JPU menilai beberapa unsur menerima hadiah atas sebuah janji telah terpenuhi. Serta, imbuh JPU, diduga untuk menyelesaikan perkara di PT TUN Jakarta. Pertimbangan yang memberatkan terdakwa antara lain mencederai program pemberantasan korupsi oleh pemerintah serta menghilangkan kepercayaan masyarakat dalam mencari keadilan. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan dan ingin bertobat.
JPU juga mempertimbangkan pengabdian Ibrahim sebagai hakim selama 25 tahun, mengalami sakit gagal ginjal, dan butuh pengobatan.
Kuasa hukum Ibrahim, Junimart Girsang pun menyatakan akan menyusun pledoi hingga sepekan mendatang. "Kami akan mengajukan pledoi,"ujarnya.
Saat mendengar tuntutan ini, mimik Ibrahim yang mengenakan safari abu-abu terkejut dan mengernyitkan dahinya tanpa brkomentar. Ibrahim didakwa menerima suap sebesar Rp 300 juta dari pengacara Adner Sirait untuk memenangkan perkara yang ditanganinya.
Suap itu bertujuan untuk memenangkan PT Sabar Ganda dalam perkara banding sengketa tanah dengan Pemprov DKI Jakarta Nomor 36. Penuntut Umum Sarjono Turin menjelaskan, awalnya Adner berinisiatif
mencari tahu susunan hakim yang menangani sengketa hak pakai tanah di Cengkareng Barat yang sedang ditanganinya.
Tim Penuntut Umum pada KPK saat membacakan surat dakwaan menjelaskan, atas bantuan pihak panitera, akhirnya Adner bisa berkomunikasi dengan Ibrahim, ketua majelis hakim yang menangani kasus itu. Dalam beberapa pertemuan dengan Ibrahim, Adner mengaku sebagai kuasa PT Sabar Ganda yang dimiliki oleh pengusaha DL Sitorus.
Pada suatu pertemuan, Ibrahim meminta uang Rp 300 juta dengan janji akan mengurus kasus yang ditangani oleh Adner. Dalam pertemuan pada 30 Maret 2010, Adner menemui Ibrahim di Pengadilan Tinggi TUN untuk menyerahkan uang tersebut.
Namun, penyerahan uang batal dilakukan karena kondisi kantor yang tidak memungkinkan. Kemudian keduanya keluar kantor dan menuju ke kawasan Cempaka Putih, Jakarta, dengan menggunakan mobil masing-masing.
Menurut tim penuntut umum, di suatu tempat, hakim Ibrahim menghentikan mobilnya. Kemudian, Adner juga keluar dari mobil dengan membawa tas plastik berisi uang dan menyerahkannya kepada Ibrahim.
Setelah itu, di sekitar jalan Mardani Raya, Cempaka Putih, Ibrahim ditangkap oleh petugas KPK. Dalam penangkapan itu, petugas KPK menemukan uang sebesar Rp 300 juta dengan pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu yang diletakkan di bawah jok mobil Ibrahim.
Atas perbuatan itu, Ibrahim dijerat dengan pasal 12 c dan pasal 6 ayat (2) atau pasal 6 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.