Rabu 21 Jul 2010 08:55 WIB

DK KPU:Perlu Sanksi untuk Parpol yang Menerima Anggota KPU

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Dewan Kehormatan KPU mengemuka usulan agar revisi UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu mengatur pemberian sanksi bagi partai politik yang merekrut anggota KPU.

Hal itu diungkapkan anggota dewan dan Ketua Dewan Kehormatan KPU Jimly Asshiddiqi dalam rapat yang juga dihadiri anggota KPU di Jakarta, Selasa.

Menurut Jimly, pemberian sanksi bagi parpol diperlukan untuk meredam dorongan parpol agar tidak merekrut anggota KPU sekaligus mengurangi terjadinya dugaan konspirasi antara anggota KPU dan partai politik. "Saya kira itu bagus untuk membatasi dorongan partai politik, harus disediakan sanksinya bagi partai yang menarik anggota KPU," katanya.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Budiman Sujatmiko mengatakan kasus masuknya anggota KPU ke partai politik terus berulang. Sebelumnya, Anas Urbaningrum mengundurkan diri dari KPU, untuk kemudian bergabung dalam Partai Demokrat.

Kini, Andi Nurpati yang diberhentikan dengan tidak hormat oleh Dewan Kehormatan KPU, karena dia masuk ke Partai Demokrat.

Untuk itu, menurut dia, ke depan perlu diberi sanksi yang lebih tegas baik kepada anggota KPU yang bergabung maupun juga partai politik yang menerimanya.

"Perlu ada sanski bagi pihak (anggota KPU) yang melanggar dan bagi partai politik yang menerima anggota KPU sebagai pengurus atau anggota partai maka perlu diberi sanksi tidak bisa mengikuti pemilu periode selanjutnya," katanya.

Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar Agun Gunanjar mengatakan perlunya diatur sebuah mekanisme yang terukur, guna menjamin dan menjaga integritas serta independensi KPU.

"Harus ada yang lebih detail, yang penting itu mekanisme yang terukur," katanya.

Sementara itu, dalam rapat tersebut Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan penjelasan pada Komisi II DPR tentang pemberhentian Andi Nurpati sebagai anggota KPU.

Ketua Dewan Kehormatan KPU Jimly Asshidiqi menjelaskan terdapat dua kasus pelanggaran kode etik yang melibatkan Andi yakni soal Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Tolitoli dan masuknya Andi sebagai pengurus partai politik.

Jimly mengatakan Dewan Kehormatan berpendapat atas dua kasus tersebut, berdasarkan bukti-bukti, telah terjadi pelanggaran hukum dan etika penyelenggara pemilu. Andi terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dan Peraturan KPU Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

Untuk kasus Pilkada Tolitoli, Dewan Kehormatan menyatakan pelanggaran yang dilakukan Andi bersifat ringan. Sedangkan soal keterlibatan Andi dalam parpol, pelanggarannya bersifat berat. "Akumulasi dua pelanggaran tersebut menurut Dewan Kehormatan, telah memenuhi kualifikasi untuk diberikan sanksi pemberhentian secara tidak hormat karena melanggar UU Nomor 22/2007 dan Peraturan KPU," kata Jimly didampingi anggota Dewan Kehormatan Kehormatan lainnya yaitu Komarudin Hidayat, Abdul Aziz, Syamsulbahri, dan Abdul Aziz.

(

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement