Jumat 23 Jul 2010 01:29 WIB

Berulang tahun ke-6, ICIS Gelar Diskusi Keislaman

Rep: Rosyid Nurul Hakim/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--International Conference of Islamic scholar (ICIS) merayakan ulang tahunnya yang ke-6 dengan menggelar diskusi keislaman, di Hotel Milenium Jakarta, 22 hingga 23 Juli ini. Tema yang diusung tahun ini adalah 'Etos dan Moralitas Islam Dalam Moderasi dan Perdamaian'.

"Acara ini akan dilaksanakan selama dua hari," ujar Ketua Panitia, M Agus Mulyana, ketika membacakan laporan kegiatannya, Kamis (22/7).

ICIS merupakan organisasi yang dibentuk pada Februari 2004 berkat inisiatif mantan Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Hasyim Muzadi dan mantan Menteri Luar Negeri, Hasan Wirajuda. Organisasi ini banyak bergerak dalam mengupayakan perdamaian di daerah-daerah konflik.

Untuk mengelaborasi tema besar dari ulang tahun ICIS ke-6 itu, panitia mengundang tokoh-tokoh penting dari dalam dan luar negeri untuk mengisi diskusi. Hadir sebagai pembicara pertama, mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdullah Ahmad Badawi, lalu dilanjutkan dengan Wakil Presiden Global University Lebanon, Syeikh Abdurrahman Ammash. Kemudian tokoh-tokoh nasional yang ikut berbagi diskusi adalah mantan Presiden, Megawati Soekarno Putri, mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, mantan Menteri Luar Negeri, Hasan Wirajuda, dan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.

Sebagai orang yang didapuk pertama kali berbicara, mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdullah Ahmad Badawi banyak menyampaikan pandangannya tentang kekuatan dunia Islam. Menurutnya, dunia Islam saat ini sering dianggap lemah. "Padahal dunia Islam sebenarnya mempunyai kekuatan besar. Akan tetapi justru terpecah belah," katanya.

Bagi Badawi, kekuatan terbesar dunia Islam adalah agama Islam itu sendiri. Tetapi kemudian mengikuti kekuatan terbesar itu, negara-negara Islam atau dengan penduduk mayoritas Islam dianugrahi dengan potensi sumber daya alam yang besar. Sebut saja seperti, minyak, sawit, gas, dan getah. Lalu dari sisi geopolitik, negara Islam terletak di posisi strategis dari hubungan antarbangsa. Posisi seperti di Terusan Suez, Teluk Marmara, atau Selat Malaka memberikan peran penting dalam perdagangan.

Dengan modal yang besar itu Badawi berharap dunia Islam memiliki satu suara yang sama dalam berbagai hal. "Kita tidak boleh bergerak sendirian," ujar Badawi. Solusi untuk tidak tampak lemah di hadapan dunia internasional adalah dengan membentuk jalinan yang erat diantara negara-negara Islam.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement