REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) DKI Jakarta Ibrahim membacakan pembelaan di Pengadilan Tipikor, Senin (26/7). Ia keberatan dengan tuntutan hukumannya sebesar 12 tahun yang tak sebanding dengan nilai suapnya.
"Nampaknya ada hal yang kurang menyentuh keadilan karena ada disparitas mencolok terhadap tuduhan korupsi. Mereka yang nilainya miliaran, tuntutan empat tahun, saya hanya Rp 300 juta tapi 12 tahun," ujar Ibrahim di kursi terdakwa.
Ibrahim mencermati, tuntutan jaksa penuntut umum dalam dakwaan pertama pasal 12 huruf c terkait perbuatan hakim menerima hadiah tidak tepat. Kalau hakim menerima hadiah, jelas Ibrahim, entry-point-nya putusan perkara sengketa PT Sabar Ganda belum ada putusan dan perkara belum diperiksa. "Saya saja belum pernah mempelajari. Sehingga tidak tepat menerapkan hakim terima hadiah,"cetusnya.
Apalagi, imbuh Ibrahim, hukum acara PT TUN Pasal 97 ayat 2 dan 3 menentukan setiap keputusan diambil secara musyawarah. "Kalau saya disenting opinion pun bisa kalah. Jadi tidak ada kerugian riil negara," paparnya.
Maka, Ibrahim dan kesepuluh pengacaranya memohon dihilangkan tuntutan dendanya. Pasalnya,ia memastikan tak bisa membayar denda setinggi itu.
Seperti diketahui, Ibrahim tertangkap tangan penyidik KPK saat diduga sedang menerima suap dari Adner Sirait sebesar Rp 300 juta. Uang suap itu diduga terkait dengan perkara kasus sengketa tanah yang tengah ditangani Ibrahim. Majelis hakim yang menangani perkara itu dipimpin oleh Ibrahim dengan anggota Santer Sitorus dan Arifin Marpaung.
Kasus itu bermula dari kasus sengketa tanah seluas 9,9 hektar di Cengkareng, Jakarta Barat. Tanah itu disengketakan oleh Pemda DKI dengan PT Sabar Ganda, sebuah perusahaan milik DL Sitorus. Perkara itu terdaftar di PT TUN dengan nomor register 36/B/2010/PT.TUN.JKT.
PT Sabar Ganda adalah pengembang sejumlah bangunan di lokasi tanah yang disengketakan itu. Ia dianggap bukan pemilik sah oleh Pemprov DKI. Gugatan pun bergulir di pengadilan. Di tingkat pertama, PT Sabar Ganda dimenangkan oleh PTUN dan dianggap sebagai pemilik sah. Namun Pemprov DKI melalui Kepala Pertanahan Jakarta Barat melawan putusan tingkat pertama itu dengan mengajukan banding ke PT TUN.
Di PT TUN DKI, sengketa itu ditangani oleh majelis hakim yang diketuai Ibrahim dengan dua hakim anggota yaitu Santer Sitorus dan Arifin Marpaung. Setelah hakim Ibrahim tertangkap tangan bersama Adner Sirait, pemilik PT Sabar Ganda, Darianus Langguk Sitorus juga telah ditahan KPK. Pasalnya, diduga uang yang diserahkan Adner pada Ibrahim berasal dari pengusaha yang sebelumnya tengah menikmati pembebasan bersyarat (PB) karena kasus kehutanan.
Hakim Ibrahim pun didakwa menggunakan pasal 12 huruf, dan pasal 6 ayat 2 juncto pasal 6 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman pidananya, dipenjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.