REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Rendahnya penyerapan anggaran belanja membuat pemerintah mengambil sikap untuk menurunkan proyeksi defisit yang telah ditetapkan sebelumnya. Defisit anggaran sampai dengan akhir 2010 diturunkan menjadi 1,5 persen dari produk domestik bruto atau sekitar Rp 95,1 triliun. Angka ini lebih rendah dari target awal APBN P 2,1 persen dari PDB atau sekitar Rp 133,7 triliun.
"Kemungkinan berubahnya prognosa defisit (1,5 persen) ini sulit. Ini sudah memperkirakan daya serap belanja secara alamiah, sulit untuk diatasi itu," ujar Pjs Kepala Badan Kebijakan Fiskal Agus Supriyanto, usai rapat kerja antara Pemerintah, Bank Indonesia dan Badan Anggaran DPR, Senin (26/7).
Menurutnya, prognosa itu bisa saja berubah jika target penerimaan dari sektor perpajakan turun. Sementara belanja negara digenjot melebihi ekpektesi yang diharapkan pada semester kedua. Dengan demikian angka defisit bisa lebih tinggi dari 1,5 persen.
Sebagai catatan dalam dokumen yang disampaikan Menteri Keuangan kepada Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Senin (26/7) terungkap dari anggaran belanja pemerintah pusat (Kementerian Kelembagaan dan Non Kelembagaan) Rp 781,5 triliun, jumlah yang digunakan baru Rp 234,2 triliun atau sekitar 30 persen.
Sementara pada semester kedua untuk belanja pemerintah pusat (KL dan Non KL) diharapkan bisa terserap hingga Rp 508,2 triliun. Penyerapan itu sudah masuk belanja modal, belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial dan belanja lain-lain.
Sebaliknya, penerimaan dari perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) realisasinya diperkirakan mencapai 100,2 persen atau sekitar Rp 992,8 triliun. Sementara target dalam APBN P hanya sekitar Rp 990,5 triliun.
Dijelaskan oleh Agus, adanya pengurangan defisit itu maka pembiayaan melalui utang juga akan lebih dikurangi. Sayangnya Agus tidak bisa merinci pembiayaan dari mana saja yang akan dipangkas. "Memang akan berkurang tapi detailnya tanya ke Ditjen Pengelolaan Utang," tukasnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto mengakui adanya kemungkinan untuk mengurangi pembiyaan dari utang. Tapi, menurutnya, pemerintah belum secara resmi memutuskan dari komposisi mana utang itu akan dipotong. "Yang penting adalah yang mengurangi risiko tapi kita belum putuskan apakah itu dari obligasi valas atau dari penerbitan surat utang dalam negeri," ujarnya.
Dalam catatan Direktorat Jenderal Pengeloaan Utang target penerbitan utang pada 2010 sebesar Rp 178 triliun. Untuk penerbitan domestik sebesar Rp 136,6 triliun dan obligasi valas sebesar Rp 41,4 triliun.
Perlu Banyak Pembenahan
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjelaskan rendahnya penyerapan pada semester pertama menunjukan adanya beragam permasalahan yang harus segera diatasi. Seperti belanja modal yang hanya terserap 16,1 persen pada semester pertama, lanjut Agus, disebabkan karena lambannya proses lelang, penunjukan kuasa pemegang anggaran dan pengadaan tanah yang bermasalah.
"Ada banyak pertimbangan yang harus diperbaiki. tapi ke depan harus dibikin penyerapan supaya lebih cepat, jangan sampai Januari hingga Mei diam karena masalah tender," terangnya.
Salah satu upaya itu dengan merevisi Kepres 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa. Karena dalam aturan itu, masa tender membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan Apalagi dengan ada yang namanya masa sanggah. "Ini yang harus kita perbaiki bersama," kata dia.
Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menambahkan, persoalan lambatnya penyerapan bukan karena pemblokiran anggaran satuan kerja. Pasalnya yang diblokir itu hanya 5 persen, sedangkan sisa 95 persen itu bisa digunakan. "Ini karena masalah tender," paparnya.
Sementara itu Anggota Badan Anggaran DPR Andi Rahmat meminta supaya dalam hal tender bukan sekadar mencari harga yang termurah. Namun juga bagaimana kualitasya. "Sebetulnya yang terpenting adalah anggaran itu digunakan secara bertanggung jawab," katanya. thr