REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—-Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menyambut baik fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait tayangan infotaiment gosip. Hal itu diutarakan Sekretaris Dewan Kehormatan PWI, Ilham Bintang dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (28/7). “Kami, khususnya dari Departemen Infotainmen PWI, sangat lega atas keluarnya fatwa tersebut. Kami sangat setuju dan dapat menerima apa yang diutarakan MUI,” ungkapnya.
Menurut Ilham, tayangan infotainment yang mengandung gosip wajib dilarang. Namun, dia menolak jika fatwa itu diartikan pelarangan seluruh tayangan infotainment. “Tidak semua infotainmen itu memberitakan berita gosip. Ada juga yang bercerita tentang kehidupan sosial dan lain sebagainya,” katanya.
Dalam konferensi yang turut dihadiri beberapa pengurus Departemen Infotainment PWI, turut diutarakan kritik terhadap pola kerja praktisi infotainment. PWI menyayangkan ulah dari beberapa rumah produksi atau pewarta infotainment yang kerap menyalahi kaidah.
Walau banyak pihak yang menolak, dia tetap menganggap infotrainment merupakan bagian dari profesi wartawan. Karenanya, dia mengimbau para praktisi hiburan untuk mematuhi aturan yang tertuang dalam kaidah pers. “Selama ini, banyak para wartawan infotainment yang sudah menyalahi kaidah pers. Itu harus ditegur dan perlu mendapat tindakan tegas,” katanya.
Dia memberi ultimatum kepada rumah produksi yang dalam tayangannya menyalahi kaidah-kaidah yang telah ditetapkan. Dia mengancam akan mencoret beberapa rumah produksi yang tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan PWI. “Kalau tetap bandel ya kita tidak segan mengeluarkan mereka dari PWI,” tegas Ilham.
Secara tersirat dia menyetujui adanya sensor bagi tayangan infotainmen. Tapi, dia memberi syarat jika hanya infotainment yang tak patuh kaidah pers yang dapat terkena sensor. “Dalam undang-undang kebebasan pers, dilarang keras adanya penyensoran pada tayangan berita. Kita harus patuhi itu asalkan mematuhi aturan dan kaidah pers,” tambahnya.
Beberapa praktisi infotainment yang hadir sempat mempertanyakan beberapa aturan dan kaidah yang masih rancu, terutama batas antara tayangan yang mengandung aib atau tidak. Mereka umumnya masih mempertanyakan apakah memberitakan kasus perceraian selebritis atau kehidupan pribadinya termasuk melanggar kaidah.
Hal tersebut kemudian coba dijawab Ilham. “Kita tidak boleh memberitakan hal-hal yang mengandung aib, mengorek-ngorek, atau yang sifatnya memanas-manasi,” tambahnya.
Namun yang ironis, Ilham justru mendukung adanya pemberitaan mengenai perceraian. Dia berkilah, berita perceraian akan menepis fitnah publik atau timbulnya pergunjingan terhadap sang artis. “Berita perceraian boleh untuk diberitakan, asalkan unsurnya menginformasikan pada masyarakat,” ujarnya pada Republika.
Pernyataan kontras kembali diutarakannya ketika menjawab pertanyaan wartawan. “Jangan para infotainment terus berpikir mengenai berita perceraian. Kalau seperti itu bisa dibayangkan besarnya dosa para wartawan infotainment,” ungkap Ilham.
Dia sadar memberitakan berita perceraian mengandung unsur dosa dan haram untuk dilakukan, seperti yang diutarakan MUI. Walau demikian, dia setuju dengan pemberitaan itu dan tetap mengizinkan infotaiment untuk memberitakan perceraian selebritis.
Dia membuat penegasan kepada seluruh insan wartawan agar menghargai keberadaan infotainment. Menurutnya, PWI sampai kapan pun akan mengakui keberadaan infotainment. Bagi para wartawan yang menolak putusan tersebut dia mengimbau untuk keluar dari oraganisasi wartawan tertua di Indonesia itu. “Kami memiliki rumah sendiri tentunya ada aturan-aturan yang berhak kami tetapkan. Kalau memang tak setuju silakan cari rumah yang lain,” tegasnya.