Kamis 29 Jul 2010 04:46 WIB

Kisah Wanita Pencari Nasi Bekas

Rep: C26/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Eti, warga Kampung Sawah, Blok C, Kelurahan Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (28/7) pagi sudah bersiap-siap. Namun dia bukannya hendak bekerja ke pabrik, apalagi ke kantor.

Berjalan kaki sejauh 3 kilometer dari rumahnya menuju Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cilincing. Kantong plastik besar dan sebuah karung plastik dipanggul di pundaknya. Kantong itulah modal hari-harinya menjalani profesi sebagai pencari nasi di kawasan yang dihuni ratusan pabrik itu.

Eti berjalan gontai, namun di wajahnya terlihat pancaran optimisme saat melabuhkan niatnya ke kawasan tersebut. Saat tiba di kawasan tersebut, dia tidak memilih pintu utama seperti layaknya kaum buruh di KBN sebagai pintu masuk. Perempuan berusia 60 tahun itu harus masuk ke dalam kawasan melalui gorong-gorong.

Menjalani profesi sebagai pencari nasi bekas tak membuatnya merasa hina. Dengan niat membantu suaminya yang bekerja sebagai pencari gelas plastik bekas minuman kemasan, ia jalani hidupnya dengan sabar. Bahkan, sudah delapan tahun, ia melewati hidupnya dalam profesi yang dianggap kebanyakan orang tidak layak itu. ''Saya tidak mau hanya mengandalkan suami, sebab pencari gelas bekas air mineral saat ini sudah banyak, yang menyebabkan pendapatan suami saya juga sedikit, paling banyak Rp 30.000 per hari,'' ujar ibu empat anak itu.

Bagi perempuan asal Cirebon, Jawa Barat ini, profesinya sebagai pencari bekas nasi bukan hanya untuk dijual, tetapi juga untuk dikonsumsi. Namun, ia jarang mendapatkan nasi yang masih layak dimakan, sehingga saat pulang, ia tak bisa membawakan keluarganya nasi bekas.

Saat ini, orang yang mencari nasi bekas di KBN Cilincing jumlahnya sudah banyak. Tidak kurang dari 60 orang, yang hampir seluruhnya adalah perempuan dan anak-anak, setiap hari berkeliling di kawasan yang terdapat 162 pabrik itu. Para pengais rezeki nasi bekas itu

mengumpulkan sisa-sisa makan para buruh pabrik.

Dengan kejeliannya, sesaat setelah buruh pabrik makan, mereka langsung menghampiri sisa-sisa makanan. Bila masih ada nasi yang tersisa akan langsung mereka serbu untuk dikumpulkan dalam karung plastik. Sedangkan, bila ada nasi yang masih bersih atau belum terkena campuran sayur dan lauk-pauk, akan mereka pisahkan dalam kantong plastik besar yang juga telah mereka siapkan. ''Syukur kalau ada buruh yang tidak menghabiskan lauk dan sayurannya, bisa langsung disimpan secara terpisah untuk dinikmati bersama keluarga,'' ujarnya polos.

Sedangkan untuk nasi yang sudah bercampur dengan lauk dan sayuran akan dikumpulkan untuk dijual kepada peternak bebek. Harga per kilogram nasi bekas tersebut saat dijual ke peternak bebek sebesar Rp 1.000. Peternak bebek itu mulai membeli nasi bekas itu setiap hari sekitar pukul 14.00 atau 15.00.

''Kami keliling mencari nasi setiap hari, tapi kalau pagi tidak banyak, sebab banyak buruh sudah sarapan di rumah. Terus kalau siang hari, kami keliling dari pukul 12.00-13.00 WIB. Hasil mencari nasi siang hari, hasilnya lebih banyak lagi,'' kata Eti menceritakan. Per hari, rata-rata Eti bisa mengumpulkan hingga 10 kilogram nasi bekas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement